Thursday, May 30, 2013

Salah Kaprah


Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia memiliki hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia sejak mereka dilahirkan, hak dasar itu seperti hak untuk hidup, hak untuk merdeka, hak untuk memilih agama, hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak, serta hak-hak dasar lain yang dimiliki manusia sesuai dengan kodratnya, hak-hak dasar ini biasa kita kenal dengan sebutan “Hak Asasi Manusia “atau biasa disingkat dengan sebutan HAM. Setiap orang di dunia ini, tanpa terkecuali, wajib menghormati hak asasi orang lain itu tanpa membedakan status sosial, golongan, keturunan, jabatan dan lain sebagainya.


Ngomongin tentang HAM, saya jadi teringat dengan berita yang saya baca di salah satu media online beberapa waktu yang lalu, berita tentang dipanggilnya Gubernur DKI Jakarta, Jokowi, oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait dengan rencana Pemprov DKI untuk merevitaliasi Waduk Pluit di Jakarta. Berbekal pengaduan masyarakat, Komnas HAM menyatakan ada indikasi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemprov DKI dalam proses pembangunan ini, apapun alasannya, seharusnya pembangunan itu harus mensejahterakan rakyat, bukan malah merampas hak warga untuk mendapat penghidupan yang layak seperti itu. Selain itu, Komnas HAM juga menganggap ada intimidasi dari aparat pemprov DKI yang membuat warga berada dalam situasi yang ndak nyaman dan hidup dalam ketakutan.(berita selengkapnya bisa sampeyan baca disini)



“Kalo itu sih Komnas HAM nya aja yang geblek mas, ngakunya orang pinter tapi malah keblinger“ komentar Kang Bejo saat menikmati sarapan pagi di warteg langganan kami


“Walahh…yang keblinger apanya toh Kang?Komnas HAM itu kan hanya menindaklanjuti laporan warga yang merasa dirugikan aja, lagipula itu kan emang udah jadi tugas dan tanggung jawab mereka, jadi ya wajar toh kalo mereka ikut berkomentar di media mengenai masalah ini,” jawab saya sambil menikmati segelas teh hangat di meja


“Iya, tapi kan semestinya mereka ndak menelan bulat-bulat informasi dari warga itu mas, coba cari informasi lain terlebih dulu lah sebelum mengatakan kalau ada indikasi pelanggaran HAM, tuduhan kayak gitu kan ndak main-main mas” jawab Kang Bejo serius


“Memang bener bahwa setiap orang di negeri ini punya hak untuk hidup sejahtera, memang bener bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan keamanan, tapi itu bukan berarti mereka bisa seenak udel mereka sendiri menikmati hak-hak itu mas” lanjut Kang Bejo lagi


“Maksud sampeyan gimana toh Kang?kok jadi bingung sendiri saya dengernya” tanya saya penasaran


“Gini loh mas, dari awal kan sebenarnya warga itu tau kalo tanah di Waduk Pluit itu tanah milik negara, tapi masih aja mereka tetap nekat bangun rumah disana, apa mereka ndak nyadar kalo akibat ulah mereka itu malah bikin susah orang se-Jakarta?” jawab Kang Bejo berapi-api


“Jadi menurut sampeyan dari awal mereka itu udah salah Kang?” tanya saya


“Ya jelas lah itu mas, masak ya orang yang nyerobot tanah negara dibilang  bener, tapi anehnya udah tau kayak gitu kok Komnas HAM masih belain mereka, apa ndak malah keblinger itu namanya?” jawab Kang Bejo makin bersemangat


“Hehehe mungkin orang Komnas HAM itu masih belum paham masalah disana Kang, makanya mereka mau ketemu sama Jokowi untuk klarifikasi bener atau ndaknya hal itu” jawab saya


“Halah, paling-paling mereka udah dikasih duit mas, makanya kesannya ngotot banget belain orang-orang yang udah jelas-jelas salah kayak gitu” jawab Kang Bejo nyinyir


“Hush, ndak boleh suudzon kayak gitu Kang” jawab saya sambil tersenyum


Kalau dicermati secara seksama ternyata ada benernya juga omongan kawan saya yang satu ini, dilihat dari fungsinya, Waduk Pluit memang memegang peranan yang sangat penting bagi masyarakat Jakarta, sejak dulu waduk ini berfungsi sebagai tandon air yang menampung air saat hujan melanda ibu kota, namun nyatanya kondisi waduk saat ini sangatlah memprihatinkan, bayangkan saja, waduk yang awalnya seluas kurang lebih 80 hektare dengan kedalaman sepuluh meter kini hanya menjadi 60 hektare dengan kedalaman hanya antara satu hingga tiga meter saja, pendangkalan dan penyempitan ini terjadi disinyalir akibat banyaknya tumpukan sampah dan bangunan-bangunan liar yang ada di sekitar waduk. Selain kotor dan kumuh, sampah dan bangunan itu juga menyebabkan berkurangnya daya tampung air secara signifikan, akibatnya sebagian besar kawasan Jakarta kerap dilanda banjir saat hujan deras mengguyur.



Seperti pada banjir besar yang melanda Jakarta pada bulan Januari kemarin misalnya, selain menelan korban jiwa, banjir juga menyebabkan kerugian materi yang jumlahnya ndak sedikit, ribuan orang terpaksa harus meninggalkan rumah dan menjadi pengungsi. Sebagai duet baru pemimpin Jakarta, banjir besar ini seakan menjadi tamparan keras bagi Jokowi – Ahok yang baru dilantik, tentu saja mereka belum lupa akan janji yang mereka ucapkan saat kampanye dulu, mewujudkan Jakarta Baru, Jakarta yang terbebas dari banjir. Oleh karena itu, begitu banjir surut, keduanya langsung tancap gas dan bertekad bisa membebaskan Jakarta dari banjir, salah satunya ya dengan mengembalikan fungsi waduk pluit seperti semula, lumpur dan tanah yang menutupi waduk harus terus-menerus dikeruk, begitupun juga dengan bangunan-bangunan ilegal disekitar waduk juga harus segera di pindahkan.


Tentu saja sangat disayangkan jika sikap Komnas HAM ternyata malah membela warga yang jelas-jelas menyerobot tanah negara itu, apalagi alasan mereka atas terjadinya pelanggaran hak kesejahteraan warga juga ndak masuk akal, bukankah Jokowi - Ahok telah menyatakan bagi warga yang secara sukarela pindah akan diberikan rumah susun sewa lengkap dengan perabot didalamnya? Terus hak kesejahteraan mana yang dilanggar? tentunya lain cerita jika seandainya Jokowi-Ahok melakukan penggusuran paksa kepada warga dengan tanpa memberikan solusi, meskipun sebenarnya sah-sah saja jika mereka bertindak seperti itu karena faktanya warga memang telah jelas-jelas menempati tanah negara secara ilegal.


Sebagai pengawal tegaknya Hak Asasi Manusia di negeri ini, semestinya Komnas HAM bertindak profesional dan ndak bertindak gegabah dalam menyikapi kasus ini, saya mengapresiasi Komnas HAM yang akhirnya melunak dan mendukung langkah Pemprov DKI setelah mereka berdialog dengan Jokowi, kedua belah pihak juga menyatakan telah sepakat akan berkoordinasi dan bertukar data dalam rangka penyelesaian kisruh di waduk pluit ini. (berita selengkapnya bisa sampeyan baca disini)


Hendaknya kasus ini menjadi pembelajaran bagi kita semua, bahwa memang benar setiap orang wajib menghormati dan menjunjung tinggi hak orang lain, tapi kita juga harus ingat, hak asasi itu juga harus ditempatkan pada porsi yang sebenarnya, yaitu bahwa siapapun yang salah itu ndak patut dibela dan pihak yang benar harus terus didukung.


“Yuk balik dulu Kang, udah siang nih” ajak saya kepada Kang Bejo


“Tapi bayarin dulu ya mas sarapan saya” pinta Kang Bejo kepada saya


“Ah sampeyan ini kebiasaan minta dibayarin mulu Kang” jawab saya


“Lohh..ndak mau? ntar malah tak laporin ke Komnas HAM lho” kata Kang Bejo


“Loh kok?” tanya saya kebingungan


“Sampeyan kan melanggar hak asasi saya “ jawab Kang Bejo lagi


“Hah? hak asasi yang mana Kang??” tanya saya keheranan


“Hak asasi untuk ngutang” jawab Kang Bejo sambil meringis


Jiahhhh…:D

11 comments:

  1. MGK SAYA juga gak banyak tahu ttg Komnas HAM, tp sepertinya mmg tak jarang tindakan Komnas HAM tdk mengakomodasi semua kepentingan, bahkan justru berpihak pd yg 'seolah-olah' tertindas.

    Senada dengan kasus dan dilema di waduk pluit, beberapa waktu lalu ada seorang tenaga pengajar yg berkeluh kesah juga ttg sikap komnas HAm yg mempermasalahkan keputusan sekolah mengeluarkan murid yg melakukan tindakan diluar normatif. Menurut Komnas itu melanggar HAk mendapatkan pendidikan bagi semua warga negara?

    Pertanyaannya, lha jk si siswa X tersebut ttp saja dbiarkan bisa sekolah, lantas bagaimana stigma dan pola pikir siswa dan murd yang jumlahnya lbh banyak itu? BUkankah populasi yg lbh besar akan mulai mkir2: oooo...trnyta oke-oke saja tuh berbuat asusila, gak ada sanksi apa-apa. Ttp bisa sekolah sama-sama spt yg lannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. seperti tidak murni menjalankan tugasnya ya mbak Rie..
      kadang (menurut pengamatanku lewat media) hanya mencari nama saja, memilih kasus yang booming...
      kasus yang penting lainnya malah terabaikan..


      Delete
    2. BEnar sekali dan topik HAM ini memang sangat sensitif karena bisa dikait kaitkan kemana mana, apalagi sampai ke ranah politik antar bangsa. Indonesia kena embargo senjata juga dikarenakan alasan HAM yang selalu dihembus hembuskan pihak barat kepada kita. Serba salah memamg, dan sarat dengan muatan politik

      Delete
    3. hehe... saya juga miris kalo bicara soal risiko. aparat suka ngasal, soalnya

      Delete
    4. Berani bela yang benar apa bela yang bayar?:D

      Delete
  2. Numpang baca ya, Mas Sigit... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Monggo silahkan Mbak Isti, di enak-enakin bacanya, anggap aja rumah sendiri :D

      Delete
  3. aku kmrn udah mampir kesini, tp belum sempet komen. Jd balik lg kesini ah.. hehe
    Banyak org berkoar2 atas nama hak asasi manusia, pdhl sbnrnya melindungi kepentingannya sndri, ga mikir bener opo salah, dan gimana dampaknya bagi lingkungan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. "sing penting uripku enak,ndak perlu mikir org lain" gitu kali mbak mereka mikirnya :D

      Delete
  4. emang lucu juga sih liat berita tentang waduk Pluit ini, bukan berarti saya ga kasian sama masyarakat di sana, tapi sudah jelas masyarakat yang salah karna menggunakan lahan negara, tapi mereka malah ngotot, malah merasa dizalimi..padahal udah baik banget loh Pak Jokowi dan Ahok, ngasih rumah susun sewa... ga maen gusur gitu aja..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gitu aja masih dilaporin ke Komnas HAM, apalagi langsung main gusur aja tanpa di beri solusi? bisa lapor ke PBB kali yak :D

      Delete