Wednesday, February 29, 2012

The Next Gayus (?)

Pajak, sebuah kata yang tentunya sudah ndak asing lagi di telinga sampeyan. Terlebih saat ini masyarakat kembali di ramaikan dengan skandal pajak jilid II yang konon katanya nilainya lebih besar daripada kasus Gayus Tambunan dulu. Kasus  itu sendiri bermula dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas rekening puluhan milyar yang dimiliki oleh salah seorang mantan PNS Ditjen Pajak. Tentu saja jumlah rekening sebesar itu dianggap ndak wajar dan ndak sesuai dengan profilnya  yang berstatus sebagai seorang PNS. Namun beberapa hari kemudian petinggi kejaksaan kembali meralat pernyataannya, mereka menyatakan bahwa penyelidikan dan penyidikan terhadap tersangka bukan didasarkan atas laporan PPATK, melainkan dari laporan masyarakat (berita selengkapnya bisa sampeyan baca disini)

Penasaran dengan kasus itu, saya mencoba untuk mencari informasi dengan mengunjungi salah satu situs portal berita paling update di internet untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap, ndak lupa saya  juga membaca komentar-komentar para pembaca atas kasus ini. Meskipun ada beberapa komentar yang menganggap itu hanya perbuatan oknum, namun ndak sedikit pula komentar-komentar miring yang menganggap bahwa institusi pajak bersama orang-orang didalamnya adalah institusi yang korup dan sarat akan penyelewengan uang pajak. 

“Sampeyan juga ndak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka kalo berkomentar seperti itu mas, nyatanya orang-orang yang dianggap oknum pada kasus-kasus pajak sebelumnya sudah dinyatakan bersalah dan dihukum kan?” komentar Kang Bejo saat menikmati sarapan di warteg langganan kami.

“Iya sih Kang, tapi kan mereka juga harusnya ndak bisa seenaknya menggeneralisir bahwa semua orang pajak itu korup dan kotor seperti itu Kang, karena saya yakin itu hanya segelintir oknum saja, di semua institusi juga pasti ada yang namanya oknum” jawab saya

“Tapi pemikiran itu bisa aja muncul karena realita yang mereka lihat sekeliling mereka mas, mereka mengatakan bahwa pajak itu untuk kesejahteraan rakyat, tapi nyatanya masih banyak jalan yang berlubang, masih banyak gedung sekolah yang roboh, serta masih banyak juga anak-anak yang putus sekolah di negeri ini. Terlebih lagi ketika mereka melihat tetangga, teman, ataupun saudara mereka yang menjadi PNS di pajak terlihat “lebih” secara materi dibandingkan dengan PNS yang lain, apalagi ditambah dengan munculnya kasus rekening gendut ini lagi, tentu saja hal itu itu lebih menguatkan persepsi negatif mereka terhadap orang-orang pajak itu sendiri mas” balas Kang Bejo

“Lah kan mereka katanya kan sudah mendapatkan tunjangan renumerasi, jadi gaji mereka jadi lebih tinggi dari PNS yang lain, jadi wajar dong Kang kalo mereka sedikit memberiikan fasilitas lebih untuk mereka sendiri” balas saya ndak mau kalah

“Iya, tapi harus diingat, mereka hidup berdampingan dengan orang-orang dengan berbagai latar belakang ekonomi yang berbeda, mereka juga harus peka terhadap lingkungan sekitar mereka, terlalu mencolok juga ndak bagus” balas Kang Bejo lagi   

“Tapi nyatanya ndak semua orang pajak seperti yang sampeyan bilang Kang, banyak juga saya lihat mereka yang tetap hidup sederhana sejak dulu ” balas saya lagi

Meskipun Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung menepis jika status penetapan tersangka berhubungan dengan kasus penggelapan pajak (baca berita selengkapnya disini), namun anehnya hari minggu sore kemarin saya melihat salah satu media televisi langsung memberitakan bahwa ini adalah kasus serupa dengan gayus, The Next Gayus, begitu mereka menyebutnya. Sebagai pembuka atas acara dialog  yang membahas masalah ini, mereka  pun mengulas kasus ini dengan menayangkan sebuah video yang berisi gedung Kantor Pusat Ditjen Pajak dengan banyak tikus yang berkeliaran didalamnya.

Menurut saya ndak seharusnya mereka  dengan serta merta langsung menjudge kasus ini serupa dengan kasus-kasus pajak sebelumnya, karena memang hal itu bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh kejaksaan sebelumnya. Terlebih lagi dalam dialog itu narasumber yang dihadirkan pun para pengamat yang berasal dari luar Ditjen Pajak, ndak ada satu pun pejabat pajak yang hadir disana. Tentu saja acara dialog dan komentar komentar mereka itu makin memperburuk institusi pajak di mata masyarakat. Meskipun menjunjung tinggi kebebasan pers, tapi media hendaknya tetap menyampaikan berita dengan berimbang dan tetap menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) atas kasus ini.

“Kalau itu saya udah ndak kaget mas, prinsip “Bad news is good news” tetap akan terus berlaku di media apapun, semakin banyak kontroversi di masyarakat itu berarti semakin laku juga jualan mereka” komentar Kang Bejo sambil menyeruput gelas kopi  di depannya

“Kalau merasa dirugikan oleh pemberitaan media televisi yang ndak berimbang itu, para petinggi petinggi di pajak harus bisa lebih pro aktif tampil di media untuk mengcounter berita-berita miring tentang institusinya, kalau saya jadi mereka saya akan mengikuti setiap dialog yang membahas kasus ini di televisi, walaupun saya ndak diundang saya akan tetap datang. Saya juga akan mengajak seluruh pegawai pajak untuk bisa berkontribusi atas kasus ini” saran Kang Bejo

“Ah ngaco sampeyan ini, mana mungkin petinggi Ditjen Pajak mengijinkan pegawainya sembarangan ngomong kepada media, jelas juga mereka ndak berani lah Kang” kata saya

“Bukan begitu maksudnya mas, bukannya berkomentar langsung kepada media atas kasus ini, tapi mereka bisa berkontribusi dengan menyampaikan opini mereka melalui tulisan-tulisan atau karya mereka untuk memperbaiki citra institusi pajak itu sendiri” kata Kang Bejo sambil menghabiskan sisa kopinya

“Ehmm..bener juga sampeyan ya Kang, apalagi dengan kecanggihan teknologi seperti sekarang ini, tentunya ndak sulit juga untuk mempublikasikan dan menyebarkan tulisan-tulisan mereka kepada masyarakat luas “ kata saya seraya menganggukkan kepala tanda setuju

Hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya, karena saya dan Kang Bejo berangkat dengan berjalan kaki, sementara jarak dari pabrik kami ke warteg ini lumayan jauh, maka mau ndak mau saya dan Kang Bejo harus menunggu sampai hujan berhenti dulu.

“Mbak Jum, saya minta nambah kopi satu lagi ya, ndak usah terlalu manis, dikit aja gulanya” kata Kang Bejo kepada Mbak Jum, perempuan paruh baya pemilik warteg langganan kami ini.

“Siap Kang, kalau nanti kurang manis, minumnya sambil lihat saya aja, lama-lama juga manis sendiri nanti kopinya hehe ” balas Mbak Jum sambil mesam mesem.

Dengan jumlah pegawai yang jumlahnya mencapai tiga puluh ribu orang yang tersebar di seluruh indonesia, Ditjen Pajak mempunyai modal sumber daya manusia yang lebih dari cukup untuk melakukan seperti apa yang diusulkan Kang Bejo tadi itu, andaikan saja dari tiga puluh ribu orang itu ada seratus orang aja yang secara bersama-sama membuat tulisan tentang pajak dan kemudian seluruh pegawai Ditjen Pajak menyebarkan tulisan mereka itu melalui situs-situs jejaring sosial yang mereka miliki, tentunya cara itu akan sangat efektif untuk meluruskan persepsi masyarakat yang salah tentang pajak, selain itu masyarakat juga bisa menjadi lebih paham tentang institusi pajak dan bagaimana cara mereka bekerja.

“Kalau saya lihat orang-orang yang katanya oknum pajak itu, saya jadi inget sama Cak Rambo di Kampung mas “ komentar Mbak Jum sambil membawa kopi pesenan Kang Bejo

“Cak Rambo? Emange Cak Rambo iku sopo Mbak?” Tanya saya penasaran

“Cak Rambo itu preman pasar di kampung saya” jawab Mbak Jum

“Walah dhalah..mosok orang pajak kok disamakan sama preman pasar sih Mbak, emang samanya dimananya?” Tanya saya penasaran

“Nih tak critain ya, Cak Rambo itu kalau tiap pagi pasti keliling pasar mas, narikin duit iuran ke tiap tiap pedagang, uang keamanan katanya, kemudian malamnya biasanya dia datang lagi ke pasar” terang Mbak Jum

“Lah ngapain mbak, emang masih ada orang yang jualan kalo malam?”Tanya kang Bejo penasaran

“Ndak ada mas” kata Mbak Jum

“Lah terus ngapain?” Tanya saya penasaran

“Dia datang cuman buat mojok dipasar aja, mabok rame-rame sama teman-temannya” jawab Mbak Jum cepat

“Walah dhalah..lah terus apa hubungannya sama orang pajak?” Tanya saya lagi

“Ya sama aja kan mas, abis narikin pajak ke orang-orang dan perusahaan, terus uang pajaknya di embat sendiri sama mereka buat berleha-leha dan hidup mewah” jawab Mbak Jum

“Lha emang menurut sampeyan, bayar pajak itu kemana Mbak?” Tanya saya lagi

“Ya bayarnya ke orang pajak lah, masak ya ke saya bayarnya mas, ntar ndak jualan lagi dong mas saya hihihi” jawab Mbak Jum sambil tertawa kecil

“Ngawurrrrrrrrrr..bayar pajak itu ke bank atau kantor pos Mbak, bukan ke orang pajak” kata saya agak kesal

”Tapi waktu itu, bapak saya mau bayar PBB  datang ke kantor pajak kok mas, lha wong saya yang nganter sendiri kok” kata Mbak Jum ngeyel

Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Pajak adalah institusi yang berwenang dan mengumpulkan pajak dari masyarakat, tapi  bukan berarti Ditjen Pajak memungut dan mengelola uang pajak secara langsung, kenapa? karena pembayaran pajak itu di setorkan melalui bank atau kantor pos dengan mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) yang terdiri dari lima rangkap. Setelah divalidasi ke bank maka SSP lembar ketiga diserahkan dan dilaporkan kepada Kantor Pajak sebagai lampiran dari Surat Pemberitahuan (SPT). Kalaupun ada loket pembayaran di Kantor Pajak, itu bukanlah bagian dari kantor pajak, namun loket itu adalah loket bank persepsi yang telah bekerja sama dengan Ditjen Pajak untuk menerima pembayaran pajak.

Nah seandainya seluruh masyarakat tahu bahwa bayar pajak itu di Bank atau kantor pos, tentu saja mereka ndak akan kuatir kalo uang pajak yang telah mereka bayar akan ditilep oleh orang pajak, ndak akan ada juga orang-orang yang ramai-ramai bergabung dalam  group ”tolak bayar pajak” seperti saat rame ramenya kasus Gayus dulu.

”Lha kalo gitu, oknum pajak yang dibilang korupsi itu dan nilep uang pajak itu cara dapat duitnya dari mana mas?” Tanya Mbak Jum bingung

Sebelum saya menyampaikan bagaimana penyimpangan itu terjadi, perlu sampeyan ketahui dulu bahwa ndak semua pegawai pajak itu bisa berhubungan langsung dengan teknis penghitungan pajak, hanya pegawai pajak yang berposisi sebagai Auditor (Fungsional pemeriksa), Penelaah Keberatan (PK), dan Account Representative (AR) saja yang bisa mendapatkan akses kesana.

Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa kecurangan pajak ini ndak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak saja, karena perlu ada kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu oknum pengusaha dan oknum pajak. Selama wajib pajak melakukan kewajiban perpajakannya secara benar dan ndak main mata dengan oknum pajak, maka ndak akan ada duit sepeserpun yang bisa mereka ambil. Untuk menggambarkan bagaimana cara oknum pajak yang berada di tiga jabatan diatas melakukan kecurangan, maka saya akan mencoba menjelaskannya melalui sebuah contoh kasus sederhana saja.

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem Self Asessment, yaitu suatu sistem yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar. Misalkan PT ABC telah membayarkan dan melaporkan pajaknya dengan menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan dengan membayar pajak sejumlah 100 juta rupiah. Nah untuk menguji apakah PT ABC telah membayar pajak  sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku atau belum, Ditjen Pajak kemudian melakukan pemeriksaan terhadap PT. ABC yang dilakukan oleh seorang Auditor (Fungsional Pemeriksa). Dari hasil pemeriksaan pajak terhadap PT. ABC itu ada tiga kemungkinan hasil yang diperoleh.

Kemungkinan pertama, pajak yang terutang ternyata lebih kecil dari yang telah dibayar, Auditor akan mengatakan : ”Pak, dari hasil pemeriksaan kami, ternyata pajak yang seharusnya bapak bayar itu sebesar 80 juta saja, nah karena pembayaran pajak bapak 100 juta, maka kelebihan pembayaran pajak sebesar 20 juta akan kami kembalikan (restitusi) kepada bapak ”

Kemungkinan kedua, pajak yang terutang jumlahnya sama dengan pajak yang telah dibayar, Auditor akan mengatakan : ”Pak, dari hasil pemeriksaan kami, ternyata bapak sudah bener menghitung pajaknya, pajak yang bapak bayar memang sebesar 100 juta, jadi bapak ndak usah bayar lagi”

Kemungkinan ketiga, pajak yang terutang ternyata lebih besar dari pajak yang telah dibayar, Auditor akan mengatakan : ’Pak,  dari hasil pemeriksaan kami, ternyata pajak yang seharusnya bapak bayar itu seharusnya sebesar 190 juta, jadi bapak harus menambah kekurangan 90 juta lagi”

”Kalau kemungkinan pertama dan kedua pasti udah ndak ada masalah ya mas, perusahaan pasti menerimanya, nah kalo yang ketiga belum tentu, bisa aja perusahannya ndak setuju dan berkeberatan kalo disuruh mbayar lagi ” kata Mbak Jum menanggapi

”Nah bener sampeyan mbak, dari kemungkinan ketiga itu ada dua kemungkinan lagi yang bisa terjadi, tergantung bagaimana perusahaan menanggapi hasil pemeriksaan itu” jelas saya.

Bagi wajib pajak yang setuju terhadap hasil pemeriksaan Auditor maka mereka akan mengatakan : ”Baik pak, kami setuju atas hasil pemeriksaan itu, kami akan membayar jumlah kekurangan pajak sebesar 90 juta itu ke bank”

Bagi wajib pajak yang nakal : ”Pak, apa ya ndak bisa dirubah hasil pemeriksaannya? Saya bayar ke bank 30 juta aja, nanti sampeyan saya kasih 20 juta deh, gimana?”

Nah kalau ternyata oknum Auditor pajaknya nya mempunyai integritas rendah maka iming-iming uang itu bisa saja diterima, maka kemudian pihak auditor akan merubah hasil pemeriksaan pajaknya, dari awalnya kurang bayar 90 juta, akan dirubah menjadi kurang bayar 30 juta aja. Tentu saja perusahaan akan diuntungkan, karena yang tadinya seharusnya membayar 90 juta, tapi dengan adanya kesepakatan  itu maka perusahaan cukup keluar uang hanya 50 juta saja (30 juta untuk bayar ke  bank dan 20 juta untuk membayar auditornya). Kalau auditornya? ya sama aja untung, kan dapat duit 20 juta dari perusahaan.   

”Oh iya ya, perusahaannya untung, orang pajaknya juga untung, lha terus yang rugi sapa mas” tanya Mbak Jum

”Yang dirugikan ya negara lah mbak, kan tadi harusnya masuk ke rekening negara itu 90 juta, tapi karena ada kong kalikong itu, maka negara hanya dapat 30 juta saja, yang 60 juta menguap”  jelas saya

”Eh Mbak Jum, saya mau nanya sama sampeyan ya, seandainya sampeyan yang jadi bos PT. ABC tadi, sampeyan kira-kira milih yang mana, mau jujur apa nakal?” tanya Kang Bejo kepada Mbak Jum

”Tergantung Kang” jawab Mbak Jum cepat

”Tergantung apanya Mbak?” balas Kang Bejo

”Tergantung ngganteng apa ndak orang pajaknya hehehe” jawab Mbak Jum sambil nyengir

”Hahaha dasar wong edan” balas Kang Bejo sambil tertawa

”Wis ndak usah dengerin Kang Bejo mas, kita lanjutin lagi aja ” lanjut Mbak Jum

”Lah itu kan kalo perusahaannya emang sengaja mau nakal, kalo seandainya perusahaannya emang jujur, tapi tetap merasa bahwa perhitungan pajak mereka udah bener gimana mas, kan bisa aja Auditor nya yang salah?” tanya Mbak Jum lagi

”Wah ternyata pinter juga sampeyan iki mbak, nah kalo seperti itu nanti perusahaan bisa mengajukan keberatan atas hasil pemeriksaan itu, permohonan keberatan itulah nantinya akan diproses oleh orang pajak yang berposisi sebagai Penelaah Keberatan” jelas saya lagi

Posisi Penelaah Keberatan (PK) di Ditjen pajak hanya ada di Kantor Pusat Ditjen Pajak dan masing-masing Kantor Wilayah. Mereka bertugas untuk memproses permohonan keberatan wajib pajak atas ketidaksetujuan wajib pajak terhadap hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Auditor. Dari proses penelaahan itu, ada tiga kemungkinan keputusan yang bisa diberikan oleh Penelaah Keberatan.

Kemungkinan pertama, Penelaah Keberatan bisa menerima seluruh permohonan keberatan PT ABC, sehingga PT. ABC ndak perlu lagi membayar kekurangan pajak yang 90 juta tadi

Kemungkinan kedua, Penelaah Keberatan bisa menerima sebagian permohonan keberatan PT ABC, misalnya hanya menerima keberatan 50 juta saja, sehingga PT. ABC diharuskan membayar lagi kekurangannya sebesar 40 juta sisanya.

Kemungkinan ketiga, Penelaah Keberatan bisa menolak seluruh permohonan keberatan PT ABC, sehingga PT. ABC masih harus  membayar lagi kekurangan pajak yang 90 juta ditambah dengan sanksinya.

Hampir mirip dengan auditor tadi, wajib pajak bisa saja berusaha mempengaruhi Penelaah Keberatan untuk merubah hasil penelitiannya dengan iming-iming imbalan sejumlah uang. Seandainya dari kedua belah pihak sepakat untuk berbuat kecurangan maka lagi-lagi negara yang akan dirugikan.

”Owh gitu ya mas, besar juga ya godaannya kalau kerja di pajak mas, kalo ndak kuat iman bisa terpengaruh ya mas..Nah itu tadi kan posisi Auditor dan Penelaah Keberatan, nah kalau posisi Account Representative (AR ) itu seperti apa mas tugasnya?” tanya Mbak Jum lagi

Account Representative (AR) adalah pegawai pajak yang bertugas untuk memberikan pelayanan perpajakan secara langsung, edukasi dan asistensi serta memastikan dan mengawasi pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Masing-masing wajib pajak memiliki Account Representative sendiri dan bisa menjadi tempat konsultasi wajib pajak mengenai kewajiban perpajakannya,  para Account Representative diwajibkan bisa mengenali betul wajib pajaknya, mulai dari kegiatan usaha, alur business process nya hingga isi laporan keuangan mereka. Karena tahu “isi dapur” wajib pajak itulah lagi-lagi wajib pajak bisa mempengaruhi Account Representative agar melonggarkan pengawasan dengan tujuan mereka bisa melakukan kecurangan maupun pelanggaran perpajakan lainnya.

“Ah sampeyan dari tadi membahasnya kalo wajib pajak yang memulai inisiatif duluan untuk melakukan kecurangan, lah kalo sebaliknya gimana, oknum pajaknya sendiri yang berinisiatif curang, padahal pengusahanya mau jujur. Hayo gimana?” Protes mbak Jum ke saya

“Malah gampang itu Mbak, tinggal catat nama dan NIP nya aja, kemudian laporkan kepada kepala kantornya, atau bisa telepon ke kring Pajak dengan nomor telepon 500200, atau kalo sampeyan ndak mau repot, bisa melaporkannya melalui website Kementerian Keuangan yang khusus menangani pengaduan dengan alamat www.wise.depkeu.go.id” jawab saya mantap

“Oh sekarang sudah ada nomor dan website pengaduan khusus ya mas, baru tahu saya” jawab Mbak Jum

“Iya mbak, ndak usah khawatir, insyaallah semua laporan pengaduan akan ditindaklanjuti, identitas sampeyan juga akan dirahasiakan” balas saya

Kembali ke kasus tadi, kebetulan si DW, tersangka dalam kasus rekening gendut ini, sebelum pindah ke Dinas Pendapatan Pemda DKI, dulunya adalah seorang Account Representative di salah satu kantor pajak di Jakarta, dan istrinya, inisal DA, juga PNS Ditjen Pajak yang bekerja sebagai seorang Penelaah Keberatan di Kantor Pusat Ditjen pajak. Karena dianggap rekeningnya terlalu gendut dan ndak cocok dengan profilnya sebagai PNS di Ditjen Pajak itulah, akhirnya si DW dijadikan tersangka. Namun sekali lagi, sebelum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap, kita harus tetap menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) atas kasus ini, dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa harta yang mereka miliki itu berhubungan dengan pekerjaan mereka di Ditjen Pajak

Saya percaya bahwa Ditjen Pajak selalu berkomitmen untuk senantiasa terus memperbaiki diri dan berusaha sekeras mungkin untuk memberantas korupsi dari institusinya. Seperti yang dikatakan Direktur P2 Humas DJP, Bpk Dedi Rudaedi, pada hari Senin siang di salah satu televisi swasta kemarin, bahwa setelah adanya kasus Gayus Tambunan Ditjen Pajak telah melakukan langkah-langkah kongkrit untuk memberantas korupsi diantaranya dengan menerapkan sistem pengendalian intern melalui Direktorat kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur (KITSDA), Direktorat itu mengawasi kepatuhan internal pegawai untuk mendukung terciptanya ‘zero corruption’. Selain itu, Ditjen Pajak juga telah menerapkan Whistle Blowing System yang memberikan dukungan untuk terciptanya lingkungan yang bebas praktik-praktik KKN dengan cara menumbuhkan budaya saling melaporkan di antara pegawai DJP jika terdapat indikasi pelanggaran. Selain itu beliau juga memaparkan hasil survei integritas sektor publik yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menunjukkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) memperoleh skor tinggi yaitu 9,8 dari angka penilaian 1-10.

Sebagai bagian dari masyarakat, tentunya saya berharap agar kasus ini bisa segera diselesaikan dan yang bersangkutan agar bisa diproses sesuai hukum yang berlaku, jika terbukti bersalah maka mereka harus dihukum yang seberat-beratnya, dan jika nanti terbukti semua tuduhan itu ndak benar, tentunya nama baik mereka pun harus dipulihkan.

Bagi sampeyan yang saat ini telah merasa membayar dan memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, teruslah berkontribusi untuk membangun negara ini. Selama sampeyan ndak ada kong kalikong dengan oknum pajak, yakinlah bahwa pajak yang telah sampeyan bayarkan memang benar-benar masuk ke rekening kas negara dan sebenar-benarnya digunakan untuk kepentingan rakyat.

Bagi sampeyan pegawai di Ditjen Pajak, kuatkan hati dan teruslah bekerja penuh semangat untuk mencapai target penerimaan pajak yang telah dibebankan. Jangan sampai kasus ini membuat sampeyan berkecil hati dan menurunkan motivasi bekerja, yakinlah bahwa cobaan ini bisa dilalui dan akan membuat Ditjen Pajak semakin bersih di masa yang akan datang. 

Jika sampeyan merasa tulisan ini bermanfaat untuk meluruskan persepsi masyarakat tentang institusi pajak dan bagaimana mereka bekerja, maka sebarkanlah tulisan ini kepada kawan, tetangga maupun saudara sampeyan melalui situs-situs jejaring sosial yang sampeyan miliki.

 ”Wah hujannya udah berhenti nih Kang, yuk kita balik dulu, ndak enak ama pak mandor kalo telat” kata saya kepada Kang Bejo

”Ok deh, tapi sampeyan bayarin dulu ya sarapan dan kopi saya, maklum tanggal tua nih mas” kata Kang Bejo, saya pun menganggukkan kepala tanda setuju.

” Mbak Jum, berapa nih total semuanya” tanya saya

” Semuanya 20 ribu aja mas” balas Mbak Jum. Saya pun memberikan selembar uang lima puluh ribuan kepadanya, ndak lama kemudian Mbak Jum kembali dengan membawa beberapa lembar uang kembalian

”Ini mas kembaliannya” kata Mbak Jum, saya pun menghitungnya terlebih dahulu

” Lho mbak kok cuman 28 ribu kembaliannya, yang dua ribunya kurang berarti nih mbak” tanya saya heran

”Lah kan belum termasuk pajak” kata Mbak Jum sambil tersenyum

Oalaaahhhhh....:D

66 comments:

  1. wiih mantep banget postingane.. runtut, detil, dan informatif.. Smoga msyarakat ga memandang mslh dr 1 sisi saja ya.. Smoga kasus ini segera selesai, kan kebenarannya terungkap dgn terang benderang.. aminn..
    eh iya Mbk Jum itu bukan pacarnya kang Bejo kan? Aku bs cemburu nih.. wkwkwk..

    ReplyDelete
  2. mantap dan detil banget nih infonya.... sebelum kerja di pabrik pernah jadi pegawai pajak nih nampaknya ya mas seagate? hehe...

    Sebenarnya kita juga ga bisa terlalu menyalahkan opini masyarakat yang terkesan seakan menjudge dan generalisasi bahwa bahwa semua orang pajak itu korup dan kotor. Saya sependapat dg kang bejo bahwa pemikiran itu bisa aja muncul karena realita yang mereka lihat sekeliling mereka, mereka mengatakan bahwa pajak itu untuk kesejahteraanrakyat, tapi nyatanya masih banyak jalan yang berlubang, masih banyak gedung sekolah yang roboh, serta masih banyak juga anak-anak yang putus sekolah di negeri ini. Terlebih lagi ketika mereka melihat tetangga, teman, ataupun saudara mereka yang menjadi PNS di pajak terlihat “lebih” secara materi dibandingkan dengan PNS yang lain, apalagi ditambah dengan munculnya kasus rekening gendut ini lagi, tentu saja hal itu itu lebih menguatkan persepsi negatif mereka terhadap orang-orang pajak itu sendiri.

    Memang sih, saya yakin, dari puluhan ribu pegawai pajak itu, masih banyak yang lurus dan bersih, dan setuju dengan mas sigit, mereka inilah yang harus berkontribusi untuk membuka mata dan meyakinkan masyarakat bahwa dinas perpajakan masih dapat diandalkan.

    trims atas sharing informasi yang sangat berguna ini mas. kepanjangan nih komennya, jadi mau pamit dulu ah..

    ReplyDelete
  3. Aih aih...detail banget yak?
    jadi membuka wawasan tentang seluk beluk pajak deh!
    Dan yang terutama bagaimana oknum2 memanfaatkan celah2 ini...

    Si mas berbakat nulis kolom di koran deh! ^_^

    ReplyDelete
  4. tengkyu mas ....... postingan yg menarik, mudah2an dapat memberi informasi yg lebih baik kepada masyarakat. Sehingga tidak terjadi salah pengertian yg tidak perlu. usul ya mas.. bikin lagi dong info yang kayak gini tentang pajak...singkat aja..tapi sering gitu.. gak usah yg berat-berat ..santai tp dapat mudah dimengerti orang awam...di tunggu yaa tulisan berikutnya... salam..

    ReplyDelete
  5. informatif sekali, mudah2an dapat membuka pemahaman masyarakat awam mengenai teknis perpajakan, dan cara yang dapat diambil untuk mengcounter penyelewengan dari oknum pajak yang berintegritas minim! Viva belasting :D

    ReplyDelete
  6. @Mbak Cova : makasih mbak, saya juga berharap seperti itu, kalo Mbak jum bukan pacarnya Kang Bejo, tapi sepertinya menaruh hati juga sama Kang Bejo, bisa jadi saingan nih nanti =))

    ReplyDelete
  7. @Mbak Alaika : yah kebetulan saya tau aja mbak, jadi mau berbagi informasi saja bagi mereka yang belum tau :)

    ReplyDelete
  8. @Mbak Mayya : Terima kasih mbak, semoga postingan ini bermanfaat bagi para pembaca, dan ndak terpengaruh dengan kasus-kasus pajak yang terjadi, biar tetep bayar pajak demi negara :)

    ReplyDelete
  9. @Anonym : makasih, ya insyaallah nanti saya tampung usulnya, terima kasih telah berkunjung :)

    ReplyDelete
  10. @Erikson : terima kasih bro, mari kita dukung Ditjen Pajak untuk membersihkan oknum-oknum yang ada di dalamnya.:)

    ReplyDelete
  11. wah lengkap ni info nya...makasih ya mas seagate, masyarakat sudah jenuh setiap harinya media kita selalu saja menayangkan kasus korupsi...dan korupsi lagi..lebih2 masalah pajak, bagaimana tidak miris di didaerah2 masih banyak sarana rusak namun tidak diperbaiki..sangat miris sampai mngurut dada..apa kiamat sudah dekat??wallahua'alam

    ReplyDelete
  12. hahahaha... unik nih cara penyampaiannya... mas aa bakat juga yah nulis?? :D

    ReplyDelete
  13. Kalau kita nge-judge pegawai pajak korupsi, kasihan mereka yang 'bersih'. Artinya kita tidak bisa menilai pegawai pajak dari kesalahan oknum tertentu. Biarlah hukum yang berbicara. Tapiii... sehatkah hukum negara ini? Dan biarlah rakyat berkomentar walaupun komentar dari mereka memang kebanyakan miring, tapi itulah hasil dari pengamatan mereka.

    Nice share mas seagate. Postingan cerdas :)

    ReplyDelete
  14. nice post mas...
    Ijin share ya, sekalian promosi blog punya mas seagate..

    ReplyDelete
  15. Wuiihh, Panjang mas Sigiit...heheh..

    tapi dahsyat, detil, padat dan jelas.
    apalagi disajikan dengan dialog. berasa ikutan ngobrol.

    TOP, menambah wawasan.

    ReplyDelete
  16. woh, bang sigit tulisannya detail :O
    Nice share bang.. ya begitulah, kata flm chaos, the system is broke down (sistem ini rusak)

    ReplyDelete
  17. @meutia : ya semoga dengan tulisan ini masyarakat jadi sedikti lebih tahu tentang pajak dan orang-orang di dalamnya..

    ReplyDelete
  18. @wury : kalau ada tikus di lumbung padi, cari tikusnya, jangan di bakar lumbungnya :D

    ReplyDelete
  19. @anonym : monggo monggo dengan senang hati kalo mau di share hehe

    ReplyDelete
  20. @jangnisa : makasih udah mampir berkunjung :)

    ReplyDelete
  21. Itu baru yang kelihatan ....
    Yang gak terlacak ..... mungkin lebih banyak ....
    Negriku ... negri para penipu
    Terkenal ke segala penjuru ( lagune Iwan Fals )

    ReplyDelete
  22. nice post...ijin share ya ;)

    ReplyDelete
  23. postingan yang ringan tapi mencerahkan :)

    ReplyDelete
  24. @sundul : kalo sampeyan tahu dan melihat, silahkan melaporkan ke saluran pengaduan tadi, mari wujudkan DJP yang lebih baik

    ReplyDelete
  25. @isti : silahkan mbak, semoga bermanfaat :)

    ReplyDelete
  26. satu lagi mas nambahin..
    LUNASI PAJAKNYA,AWASI PENGGUNAANYA..
    yang patut dibahas masalah korupsi nya ya di bagian penggunaan pajaknya mas...
    masa DJP udah cape2 ngumpulin uang pajak eh gataunya penggunaanya ga bener...
    pemerintah pusat, kementerian, pemerintah daerah, anggota DPR dll yang harus kita awasi karena sebenarnya merekalah yang menggunakan uang pajaknya dalam APBN...
    jadi klo bocor terus gmna indonesia mau makmur..
    kalaupun seluruh rakyat indonesia udah taat bayar pajak tapi pemanfaatannya ga bener hasilnya ya tetep begini saja, ga ada kemakmuran bagi rakyat Indonesia

    ReplyDelete
  27. salute ulasannya mas... detail dan jelas.. ijin share..

    ReplyDelete
  28. adem mbacanya....coba saja semua orang indonesia jadi penyejuk disetiap masalah.....enak kali yaa...kebanyakan pada jadi kompor dg alasan semangat' padahal membuat semua jadi emosi......bagus mas seagate...lanjut dg tulisan lainnya.......

    ReplyDelete
  29. @ bawor : thanks mas atas tambahannya, saya juga setuju dengan hal itu, mari kita awasi sama-sama, kalau memang ada penyimpangan ya supaya dilaporkan kepada pihak yang berwenang, demi Indonesia yang lebih baik di masa yang akan datang :)

    ReplyDelete
  30. @ rumah rama rama : makasih mbak, silahkan di share, dengan senang hati saya mengijinkannya, semoga bermanfaat :)

    ReplyDelete
  31. Siip Git, Terus nulis ya...

    ReplyDelete
  32. Minta ijin share di FB ya mas.

    ReplyDelete
  33. mantep nih tulisannya..
    artikel yg adem bgt, bacanya bkin tentrem :)

    emang harusnya gini nih kalo jelasin ke masyarakat soal kasus2 kayak gitu.
    ga bisa disalahin juga opini masyarakat yg suka ngawur, meskipun bkn berarti jd lembek juga sama judge-nya orang2..

    tp yg bikin penasaran juga sama alamat blog nya.
    354.. bener ga yaa..
    hehe

    ReplyDelete
  34. @abby : bener mas, mbah man tulen hehehe

    ReplyDelete
  35. nyuwun sewu bade nderek "sharing"

    ReplyDelete
  36. haaiiiisssyyy..perlu di Opera Van Java kan neee

    ReplyDelete
  37. ijin share mas... =)

    ReplyDelete
  38. Keren abis.. tulis di koran nasional dong... please..
    eh.. koran-koran pada mau cetak gak ya..??

    ReplyDelete
  39. Apik gan, keren, komplet lan runtut

    -panjang-

    ReplyDelete
  40. Wah punya bakat jadi wartawan ni om seagate,,,
    Mantep ulasannya,, he he

    sosialisasi ke masyarakat emang perlu banget dilakukan, agar masyaarakat paham, jadi bisa turut mengawasi kemana dana pajak yang mereka keluarkan..
    Moga Rakyat Indonesia makin sadar pajak,, petugas pajak makin bertanggung jawab dengan tugasnya, dan Indonesia kembali makmur,, Amin,,

    ReplyDelete
  41. Siiiip Mas. semoga tulisan ini bisa membuka wawasan masyarakat tentang prilaku oknum petugas pajak. sehingga gerakan boikot pajak nggak terjadi. kalo terjadi boikot wah yg rugi rakyat kecil. yg untung adalah para pengusaha.

    ReplyDelete
  42. media telah menjadi seperti budaknya para pengusaha, kalau jaman dulu media menjadi corong pemerintah, sekarang media menjadi corongnya pengusaha, meskipun dalam pernyataannya mereka selalu mengedepankan bla bla bla, ada isu yang lebih besar yang sengaja ditutupi, udah met malam

    ReplyDelete
  43. mantaaaabbbbb!!!!!!

    ReplyDelete
  44. Bagus mas sigit, sy menunggu tulisan berikutnya

    ReplyDelete
  45. bagus tulisannya mas.. meskipun mas Seagate ngakunya orang pabrik tapi ane yakin mas Seagate adalah orang pajak. Banggalah jadi orang Pajak yang bersih dan professional. Semoga Amanah.

    oh ya ijin sharing yah mas.

    salam
    cah angon

    ReplyDelete
  46. Widiw, aku keblenger baca-baca yang kaya ginian. Bikin pusing otak. Wkwkwk. Kalo berminat mampir blog aku ya gan^^

    ReplyDelete
  47. lengkap infonya mas..salut :)

    tidak semua orang kerja di pajak seperti itu, kebetulan lingkungan (teman-teman,red) bekerja di tempat itu, dan mereka tidak seperti itu :)

    bagi saya pribadi,cukup kecewa,sebuah institusi yang "kaya" tapi masih kecolongan juga korupnya T_T

    btw salam kenal mas :)

    ReplyDelete
  48. Alhamdulillah,. selesai juga baca postingan ini. Hihihi.. :D

    Informasi yang sangat mencerahkan bagi seluruh warga Indonesia. Terimakasih ya mas sudah mau berbagi. Ini sebenarnya hal yang harus diketahui semua masyarakat, karena kita semua kan gak akan lepas dari yang namanya bayar pajak. Tapi sepertinya masih belum banyak yaa yang ngerti. Heheh..

    Salam buat kang Bejo sama mbak Jum :D

    ReplyDelete
  49. menarik sekali mas tulisannya.. ada analisis dari teman saya begini...

    jika anda punya gaji 4 Juta ke bawah n pake premium? sebaiknya ga protes ke Pemerintah. Kenapa?
    gaji/thp sebulan 4jt, setahun berarti 48jt. PTKP 15,84jt (asumsi single), dapet Ph Kena Pajak 32,16jt. kena pajak terutang setahun (tarif 5%) sekitar 1,6jt.
    selisih harga pertamax (non subsidi Rp.9000) - premium (subsidi Rp4500) = Rp 4500,-
    1,6jt dibagi Rp 4500 = dapet 357 liter.
    asumsi tiap hari pake 1liter, pajak yg orang tadi bayar selama setahun sebenarnya ga cukup buat nombokin subsidi BBM yg dia pake selama setahun
    jadi aslinya, orang tadi ga berhak nuntut apa2 ke pemerintah, termasuk pembangunan infrastruktur dll

    ReplyDelete
  50. @ibnu ilham : Klw ngak salah pertamax apa udah ngak subsidi yah? pajak yg orang tadi bayar selama setahun sebenarnya ga cukup buat nombokin subsidi BBM yg dia pake selama setahun(Saya kurang setuju), pajak bukan hanya dipandang dari gaji, PBB, PPH semata. ada banyak yang anda tidak menyadari klw anda kena pajak dan membayarnya, mulai dari hal terkecil aja makanan yg kita beli di mall atau di tempat umum, sebenarnya udah kena pajak, truss anda beli tempe dipasarpun kena pajak, pedagang kena pajak tapi dilimpahkan ke konsumen dengan harga tempenya kan?

    @Seagate : postingan anda cukup menarik untuk membuka wawasan tentang perpajakan, Pajak memang sudah benar alur dan pengaplikasiaanya, memang ada beberapa oknum dan wajib pajak yang nakal semua tergantung individu masing2. kalau perlu pajak dinaikkan lagi..:), tapi dengan catatan pengembalian ke rakyat harus secara optimal >:O!!, karena aplikasinya beberapa ada yang kurang merata sehingga merasa kurang dan merasa kecewa dengan mencuatnya kasus tersebut.

    ReplyDelete
    Replies
    1. coba baca lagi mas, pertamax = non subsidi.
      perlu diketahui pajak itu dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah.. pajak pusat a.l. PPh dan PPN, PPh misalnya kalo kita sebagai karyawan biasanya sudah dipotong oleh perusahaan dan itupun kebanyakan perusahaan memberikan tunjangan pajak artinya sebenarnya perusahaanlah yang membayar pajak anda bukan dari uang anda sendiri karena tunjangan pajak itu muncul karena penghasilan anda kena pajak. kemudian PPN, memang ketika ketika beli barang di toko/minimarket/mall anda akan kena PPN tapi tidak untuk tempe yang anda beli di pasar karena pedagang tempe di pasar tidak memungut PPN, trus berapa kita bayar PPN setiap bulan? tinggal diitung aja total belanja (kecuali bahan makanan pokok) di tempat2 tersebut dikalikan dengan 10%. Pajak daerah a.l pajak restoran dan PBB, pajak restoran dikenakan pada makanan yang anda beli di mall atau restoran, itu pajak daerah bukan pajak pusat artinya uang pajak yang anda bayarkan masuk ke kas pemerintah daerah bukan pemerintah pusat, begitupun PBB yang sekarang sudah berpindah dari pajak pusat ke pajak daerah. Jadi pantaskah kita protes macam2 ke pemerintah (dalam hal ini pemerintah pusat) dengan jumlah pajak yang kita bayar?

      Delete
  51. wow keren. runut bener. dah dikupas setajam silet keknya nih. :)

    saya sepakat ttg pendapat mengenai pers qt. bener skli, ada kesan pers sudah kebablasan. berita tidak berimbang, seolah2 ada upaya penggiringan opini publik. lama2 rentan provokasi kolektif (secara halus).

    lalu dimana nilai plusnya independensi?

    ReplyDelete
  52. panjanggggggggg banget postinganyaaa....:D jadi bertanya-tanya, apa gunanya pajak kalo penggunaannya ga sesuai dengan kenyataan yang adaa??? Kira-kira Indonesia tanpa pajak, masih bisa makmur ga yaa???

    ReplyDelete
  53. @armae : terima kasih sudah mampir, semoga bermanfaat, untuk salamnya udah disampein, katanya salam balik dari Kang Bejo dan Mbak Jum hehe

    ReplyDelete
  54. @mas ibnu Ilham dan Anonym : Terima kasih atas komentar dan masukannya, yang terpenting adalah apapun bentuknya, sebenarnya masyarakat telah berpartisipasi membangun negeri ini dengan membayar pajak, untuk penggunaan dan perbedaan pajak pusat dan daerah insyaallah akan saya ulas di tulisan berikutnya :)

    ReplyDelete
  55. @accilong : ketidakberimbangan media dalam setiap berita akan menjadi hal yang sangat menarik untuk di ulas, tunggu tulisan saya berikutnya, akan lebih tajam daripada silet ulasannya :D

    ReplyDelete
  56. @sam: makanya kita awasin bersama, bukan hanya orang pajak sebagai pihak yang mengumpulkan uang pajak, tapi juga semua kementrian, lembaga maupun pemda juga harus kita awasi, karena sebenarnya mereka lah yang menggunakan uang pajak yang telah kita bayar :)

    ReplyDelete
  57. jujur, setelah kasus pajak yang belakangan muncul, saya tambah gak percaya sama media. beneran gak obyektif kayaknya.

    ReplyDelete
  58. http://ustadzaris.com/hukum-kerja-di-kantor-pajak
    http://ustadzaris.com/hukum-pajak-dan-bea-cukai-fatwa-al-lajnah-ad-daimah

    ReplyDelete