Tuesday, December 18, 2012

Redenominasi : Untuk Apa?


Pernahkah sampeyan membayangkan bisa membeli sebuah sepeda motor hanya dengan uang Rp. 15.000 saja? Atau mungkin sepotong baju dengan uang Rp. 100 atau Rp. 50 saja? Sepertinya hal itu bisa menjadi kenyataan dalam beberapa tahun kedepan jika rencana pemerintah untuk melakukan penyederhanaan mata uang rupiah benar-benar telah disetujui oleh DPR. Wacana penyederhanaan ini kembali hangat diperbincangkan setelah pemerintah secara resmi menyampaikan usulan RUU tentang Redenominasi Rupiah kepada DPR,  pemerintah berharap agar RUU ini bisa masuk dalam daftar program prioritas legislasi nasional 2013 sehingga bisa segera disahkan dan menjadi undang-undang pada tahun depan (berita selengkapnya bisa sampeyan baca disini)

Gagasan tentang penyederhanaan mata uang rupiah, atau dalam teori ekonomi biasa dikenal dengan istilah “Redenominasi” ini sebenarnya bermula dari gagasan Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, pada tahun 2010 lalu. Meskipun gagasan ini sudah lama di lontarkan, namun sepertinya masih banyak masyarakat yang masih awam dengan istilah ini. Menurut informasi yang saya peroleh dari dukun ampuh dunia maya, Si Mbah Google, redenominasi merupakan penyederhanaan nilai mata uang dengan cara mengurangi digit (angka nol) dibelakangnya dengan tanpa mengurangi nilai tukarnya.

“Wah kalo saya pasti dukung kebijakan itu mas, kan enak jadinya, semua harga barang-barang akan jadi murah kalo angka nol dibelakangnya di hilangin” komentar Kang Bejo saat menikmati makan siang di warteg langganan kami.

“Hahaha sampeyan ini ngawur aja Kang, yang namanya redenominasi ini kan hanya penyederhanaan saja, kalo harga barang-barang dikurangin angka nol dibelakangnya, maka nominal gaji sampeyan ya otomatis dikurangin juga angka nol dibelakangnya ” jawab saya sambil tertawa

“Jiahhhh..sama aja boong dong mas kalo gitu, ngapain juga pemerintah repot-repot bikin aturan kayak gitu?apa ndak malah buat masyarakat tambah bingung nanti?” tanya Kang Bejo

“Sebenarnya tujuan utamanya itu untuk membuat transaksi di masyarakat bisa menjadi lebih sederhana dan lebih efisien Kang, kalo banyak angka nol dibelakang kan jadinya ribet gitu loh kang, ngitungnya ribet, nyatetnya juga ribet, apalagi untuk nyatet angka-angka dalam laporan keuangan perusahaan-perusahaan besar yang angkanya bisa ratusan miliar bahkan triliunan itu” jelas saya

“Lah itu kan urusan mereka mas, ngapain orang kecil kayak kita gini kok ikutan kena imbas repotnya?” balas Kang Bejo

“Halah sampeyan itu, kalo emang diberlakukan tentunya dalam keseharian kita juga akan ikut terbantu lah Kang, coba sampeyan liat aja, sepertinya angka nol dalam rupiah kita itu sepertinya udah terlalu banyak sehingga mengalami inefisiensi, buktinya sering kita bisa lihat dalam penulisan harga, sudah banyak yang memakai denominasi tambahan, misalnya dalam ribuan atau bahkan jutaan.” jelas saya

“Terbantu apanya??sampeyan itu ngomongnya dah kayak punya duit banyak aja, kalo yang punya duit banyak mungkin iya, tapi kalo yang duitnya pas-pasan kayak sampeyan ya sama aja, ndak ada bedanya mas hahaha” jawab Kang Bejo ngakak

“Meskipun pas-pasan tapi nyatanya sampeyan masih sering minta saya bayarin kan kalo makan hehe“ jawab saya sambil tersenyum

“Utang mas, Utang, nanti pasti saya lunasin kok” jawab Kang Bejo dengan wajah bersungut

“Haha Iya iya Kang, bercanda aja kok, ndak usah diambil hati” jawab saya sambil tersenyum

“Tadi kata sampeyan kalo dengan redenominasi ini kita bisa terbantu, terbantu gimana maksudnya?” tanya Kang Bejo penasaran

“Maksud saya gini, dengan redenominasi maka nantinya uang kita akan jadi lebih simple, kita udah ndak perlu repot-repot bawa uang dengan nominal besar. Sampeyan tau ndak kalo pecahan Rp. 100.000 kita ini termasuk urutan ketiga  dari negara yang memiliki pecahan uang terbesar setelah Vietnam dengan 500.000 Dong-nya dan Zimbabwe dengan 10 Milyar Dollar-nya, coba kalo sampeyan punya uang kayak di Zimbabwe gitu, wah bisa repot sendiri sampeyan bawa uangnya Kang” jawab saya (berita selengkapnya tentang mata uang Zimbabwe bisa sampeyan baca disini)


Kebayang gimana repotnya..
“Ohh gitu..jadi alasannya hanya untuk  membuat transaksi kita lebih sederhana dan efisiensi aja ya” jawab saya

“Iya, tapi sebenarnya  masih ada satu keuntungan lagi Kang” jawab saya

“Emang apa lagi keuntungannya mas?” tanya Kang Bejo penasaran

“Redenominasi ini juga akan membuat mata uang rupiah kita akan lebih “berwibawa” di mata dunia Kang” jawab saya

“Berwibawa?berwibawa  gimana maksud sampeyan?” balas Kang Bejo

Maksud saya gini, kalo sekarang kurs untuk US $ 1 dollar itu kurang lebih Rp. 9000 kan?” tanya saya

“Iya, terus?” tanya Kang Bejo lagi

“Nah misalnya kalo kita melakukan redenominasi dengan menghilangkan tiga angka nol dibelakang, maka US$ 1 akan setara dengan Rp. 9 saja, jadi nantinya mata uang kita ndak kalah dengan mata uang negara-negara maju lainnya Kang” jelas saya

“Ohh iya ya..bener-juga sampeyan mas, secara psikologis orang juga akan bangga saat memiliki uang rupiah ya mas, sama bangganya seperti saat mereka punya Dollar, Euro, Yen maupun mata uang negara maju lainnya,  kalo sekarang emang kayaknya uang kita kok nilainya kecil banget ya mas kalo dibandingkan dengan mata uang negara lain” jawab Kang Bejo manggut-manggut

“Iya, cerdas juga sampeyan Kang, ya kurang lebih begitulah Kang :)” jawab saya sambil tersenyum  

“Tapi kalo saya justru ndak setuju dengan rencana pemerintah itu Mas” sela sang pemilik warteg sambil membawa segelas kopi panas pesenan kami, Mbak Jum, begitu biasa kami memanggilnya.

“Lah emangnya kenapa sampeyan ndak setuju mbak?” tanya Kang Bejo penasaran

“Seingat saya, Si mbok saya dulu pernah cerita sama saya Kang, katanya jaman dulu pernah juga ada kejadian pengurangan nol dibelakang gitu, uang yang tadinya Rp. 1000 tiba-tiba dipotong nilainya dan hanya jadi Rp. 100, akibatnya beban ekonomi masyarakat jadi tambah berat saat itu“ jawab Mbak Jum

“Lah kalo dulu diilangin satu nol aja masyarakat sudah begitu sengsaranya apalagi kalo sekarang mau diilangin tiga nol dibelakang, apa malah ndak tambah sengsara, bisa-bisa malah tutup nanti warung saya ini Kang” lanjut Mbak Jum lagi

“Oh..mungkin maksud sampeyan itu kejadian pemotongan mata uang pada tahun 1960-an dulu ya mbak, Kalo itu maksud dan tujuannya jauh berbeda dibandingkan redenominasi yang akan dilakukan pemerintah nanti mbak” jawab saya

“Wah saya kurang tau juga ya mas, soalnya waktu itu kan saya masih kecil dan masih belum ngerti juga, pokoknya si mbok cerita kalo keadaan waktu itu sangat susah lah” jawab Mbak Jum lagi

Jika kita menilik sejarah Indonesia antara kurun waktu tahun 1958-1960, maka saat itu Indonesia  mengalami kondisi perekonomian yang sangat berat, angka inflasi membumbung tinggi hingga mencapai 46% per tahun, jauh berbeda dengan kondisi sekarang dimana rata-rata inflasi hanya 5-6 % pertahun. Penyebabnya antara lain disebabkan oleh terjadinya resesi di negara-negara industri yang mengakibatkan turunnya permintaan harga bahan mentah, dengan turunnya permintaan itu maka secara otomatis pula membuat pendapatan ekspor kita juga menurun. Selain itu, memanasnya kondisi politik dalam negeri dan ikut terlibatnya Indonesia dalam konfrontasi dengan Belanda dan Malaysia juga memberi andil, adanya konfontrasi itu menyebabkan pemerintah membutuhkan dana yang sangat besar untuk membiayainya.

Dengan besarnya biaya yang dibutuhkan, maka pemerintah saat itu terus menerus mencetak uang dalam jumlah besar, walhasil uang yang beredar di masyarakat pun meningkat tajam, hampir enam kali lipat dari jumlah uang sebelumnya, namun dengan jumlah lonjakan uang beredar besar-besaran nyatanya ndak diimbangi dengan ketersediaan barang yang cukup di masyarakat, akhirnya hukum permintaan dan penawaran dalam teori ekonomi pun berlaku,  harga barang-barang dan biaya hidup melonjak tajam, inflasi pun menjadi semakin ndak terkendali.

Untuk mengatasi krisis itu akhirnya pemerintah berinisiatif untuk memberlakukan kebijakan pemotongan nilai uang dengan memotong nilai uang pecahan Rp. 500 menjadi Rp. 50 dan uang pecahan Rp 1.000 menjadi Rp. 100, namun sejarah membuktikan bahwa kebijakan ini justru membawa Indonesia ke dalam jurang kehancuran, inflasi terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya hingga mencapai puncaknya pada tahun 1966 dengan angkai inflasi mencapai 635,5 persen. (sejarah selengkapnya bisa sampeyan baca disini)

Kebijakan pemotongan mata uang yang dilakukan pemerintah saat itu dalam istilah ekonomi dikenal dengan sebutan Sanering. Meskipun sama-sama menghilangkan angka nol dibelakang namun redenominasi yang diusulkan pemerintah saat ini sangatlah berbeda dengan kebijakan sanering yang dilakukan pemerintah pada masa lalu, keduanya berbeda baik dari situasi yang melatar belakangi, tujuan kebijakan maupun dampak langsungnya kepada masyarakat. Jika sanering dilakukan pada saat kondisi inflasi yang tinggi dan bertujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga, maka  sebaliknya, redenominasi rupiah dilakukan pada saat kondisi ekonomi stabil dan bertujuan untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara lain.

Satu hal yang penting lagi adalah bahwa dalam redenominasi, pengurangan angka nol dibelakang dilakukan tanpa mengurangi nilai tukar uang dan daya beli uang di masyarakat, lain halnya dengan sanering, selain mengurangi angka nol dibelakang, kebijakan ini juga menyebabkan perubahan nilai tukar uang dan menurunkan daya beli uang, tentu saja hal itu membuat masyarakat menjadi korbannya.

Masih mbulet ? :D

Begini, misalnya sampeyan punya uang Rp 10.000 dan katakan dengan uang Rp. 10.000 itu cukup untuk membeli 1 kg beras, maka ketika dilakukan redenominasi, misalkan dengan menghilangkan tiga angka nol dibelakangnya, maka uang tadi yang nilai awalnya dari Rp 10.000 maka akan menjadi Rp 10, nah dengan uang Rp. 10 baru yang tadi sampeyan masih bisa membeli beras 1 kg tadi. Namun lain halnya dengan jika dilakukan sanering, uang Rp 10.000 yang tadinya bisa untuk beli beras 1 kg, setelah diberlakukan sanering dan menjadi Rp 10, maka sampeyan ndak bisa lagi membeli beras 1 kg tersebut dengan Rp 10 yang sampeyan miliki.

“Ohh gitu, jadi secara ekonomi redenominasi itu sebenarnya ndak menimbulkan dampak apapun ya mas, daya beli masyarakat masih terjaga, dan sebaliknya kalo sanering  itu malah masyarakat yang akan dirugikan” komentar Mbak Jum

“Iya bener Mbak, jadi sampeyan ndak perlu kuatir, karena dua hal itu berbeda” jelas saya

“ Justru menurut saya sampeyan malah diuntungkan kalo redenominasi itu jadi diterapkan lho Mbak” kata Kang Bejo kepada Mbak Jum dengan mimik serius.

“ Bener banget sampeyan Kang, saya akan jadi lebih mudah ngitung berapa jumlah utang sampeyan ke saya hehehe” jawab Mbak Jum sambil terkekeh

“Lho serius ini mbak, sampeyan nanti bisa dapat keuntungan lebih yang sampeyan terima sebagai pengusaha warteg loh ” jawab Kang Bejo serius

“Ah bisa aja sampeyan ini Kang, keuntungan lebih gimana maksud sampeyan itu?” tanya Mbak Jum penasaran

“Ini nih contohnya ya, gorengan sampeyan ini kan harganya Rp. 500, nah kalo redenominasi jadi diterapkan dan nol nya dikurangin tiga jadinya kan cuman Rp. 0,5 saja” jawab Kang Bejo sambil melahap pisang goreng yang ada di depannya

“Iya, terus saya dapat untung lebih darimana?justru saya malah rugi kalo sampeyan makanin terus gorengan saya tapi ndak dibayar-bayar  kayak gitu hehe” jawab Mbak Jum sambil terkekeh

“ Nah karena ndak ada uang Rp. 0, 5 maka mau ndak mau sampeyan kan naikin harganya biar Jadi Rp. 1, sampeyan bisa dapet untung dobel kan?” balas Kang Bejo

“Hahaha sampeyan iku ada-ada aja Kang, ya ndak sampek segitunya lah Kang , kalo Rp. 500 ilang ya berarti nanti akan ada uang pecahan 50 sen sebagai gantinya, pemerintah pasti dah mikirin itu, asal semua orang tahu dan paham, saya pikir hal itu ndak akan jadi masalah Kang” jawab Mbak Jum

“Oh iya ya, bener juga ya sampeyan, saya lupa kalo nanti bisa ada pecahan uang sen kayak dulu lagi, berarti ndak jadi untung dobel sampeyan Mbak :D” jawab Kang Bejo sambil meringis 

Dalam teori ekonomi, redonominasi seharusnya ndak menimbulkan dampak apa-apa di masyarakat karena memang ndak ada perubahan nilai mata uang secara riil. Namun, dengan kondisi geografi maupun sosiografi masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan rentan terhadap isu-isu sensitif, maka pemerintah harus menangani masalah ini secara serius, butuh sosialisasi secara berkelanjutan agar kebijakan ini bisa dipahami dan dimengerti sampai lapisan terbawah masyarakat kita. Namun sepertinya saya melihat pemerintah telah mengantisipasi jika ada problem ketidaksiapan masyarakat itu dengan menerapkan masa sosialisasi dan masa transisi yang cukup panjang, pemakaian uang rupiah baru yang telah diredenominasi nanti rencananya bisa benar-benar digunakan pada tahun 2019-2020 mendatang. (informasi tentang tahapan selengkapnya bisa sampeyan baca disini). Sebagai bagian dari masyarakat, tentunya saya berharap kebijakan ini bisa segera bisa dilaksanakan dan bisa memberikan kontribusi positif kepada perekonomian Indonesia di masa yang akan datang.  

“ Yuk balik dulu Kang, udah siang ini, sampeyan bawa nduit ndak hari ini? Apa mau minta di utangin lagi?” canda saya kepada Kang Bejo

“ Ah ndak usah, kali ini saya bayar sendiri, sekalian mau bayar utang juga” jawab Kang Bejo

“Hehehe ndak usah Kang, tadi kan ndak niat nagih beneran, saya cuman becanda aja” jawab saya sambil tersenyum

“Wis ndak apa-apa, ini saya bayar ya, lunas “ jawab Kang Bejo sambil mengeluarkan selembar uang dari sakunya

“Loh kok cuman sepuluh ribu Kang, bukannya utang sampeyan seratus ribu?” tanya saya keheranan

“Pokoknya lunas, udah saya sanering uang sampeyan” jawab Kang Bejo nyiyir

Jiahhhh…..:D

53 comments:

  1. tarik napas dulu deh....hhhhhh....
    panjang banget tulisannya...:))

    yak sekarang mulai baca..!

    ReplyDelete
    Replies
    1. wawasan beliau ini Mbak yang saya kagum.

      Delete
    2. Ah bisa aja sampeyan ini mas..kalo dibandingkan sampeyan, buruh pabrik kayak saya gini ya jauuhh lah :)

      Delete
  2. hihihi...dasar kang Bejo nih, asik juga dia :D

    eniwei mas, makasih untuk tulisannya, jadi ada pencerahan buat aku yang buta soal beginian..:D TFS ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kang Bejo gitu lohh..hehe

      Makasih juga ya mbak udah mampir ke sini :)

      Delete
  3. yang terpenting sosialisasinya jika terjadi polical will seperti ini. redeniminasi memang simpel secara makro, tapi barangkali tidak secara mikro. komunikasi tetap yang pertama diperlukan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul mas, sosialisasi atas kebijakan ini emang harus bisa disampaikan ke seluruh masyarakat agar ndak terjadi asymmetric information (informasi yang tidak sempurna)sehingga menimbulkan kepanikan di masyarakat

      Delete
  4. keren! coba ada produser yg baca, ceritanya difilmkan scr singkat dan ditampilkan di tv, kayak iklan layanan masyarakat gitu, bisa jadi salah 1 cara efektif utk sosialisasikan ttg redenominasi, oke dokeh nih :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waduh..jadi artis beneran dong nanti Mbak Jum dan Kang Bejo nya?:D

      Delete
  5. kalau saya pribadi ttp mendukung kebijakan pemerintah, pasti semuanya telah dikaji dan dipertimbangkan secara matang.. semoga yg terbaik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak, udah banyak orang-orang pinter diatas sana yang mikirin beginian, wong cilik kayak kita ini ya bisanya manut aja, asal kebijakan ini ndak merugikan kita. Betul ndak?:)

      Delete
  6. Aku baru dong nek sanering ki ya harga-harga juga tetep...
    *mahasiswa ekonomi gadungan*
    Isih suwi 2019, heu heu heu heu~

    ReplyDelete
  7. hahahaa....masih bigung dengan dua hal sanering / redenominasi sama inflasi.., sama-sama belum pernah megang duit gedhe !

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo masih bingung, pegangan tiang disebelah aja dulu mas =))

      Delete
  8. menurut ane wacana itu gak terlalu penting..:)
    lebih baik kalo nilai rupiah meningkat dengan meningkatkan taraf hidup masyarakat.. tapi entahlah gan itun urusan pemerintah..:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang secara ekonomi redenominasi ini ndak ngaruh terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat mas, karena emang daya beli uang itu sendiri tetap, namun menurut saya kebijakan ini perlu agar lebih menyederhanakan transaksi di masyarakat. Kalo mau menaikkan taraf hidup masyarakat ya harus ada penyediaan lapangan kerja besar-besaran buat masyarakat :)

      Delete
  9. Aku setuju ama redenominasi ini, jadinya pecahan uang kecil yang gak terpakai itu bisa dipakai kembali. kapan lagi bisa nikmatin sate harga Rp 10? hehehe...Sama seperti di US dong ya, pake sen-sen lagi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ho'oh mbak..serasa hidup di USA nanti hahaha lebay :D

      Delete
  10. Jika urusan tentang duit dan ekonomi dijamin kepala saya pening. Saya suka dengan postingan ini dengan gaya dialognya. Sungguh terasa hidup !

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa dijadiin sinetron ya mas? apa sampeyan aja yang jadi sutradaranya =))

      Delete
  11. ada hal yang tdk dipikirkan oleh pemerintah,yaitu tingkat inflasi yang naik sesuka'a & turun sesuka'a juga yg akan menyebabkan banyak orang kaya baru & banyak orang miskin baru disetiap wilayah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo menurut saya inflasi itu ndak seliar itu mas, naik turun sesuka hati kayak gitu :), namun pemerintah juga punya cara untuk mengendalikannya baik melalui kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal, jadi tenah aja, udah banyak ekonom-ekonom pemerintah yang memikirkannya :)

      Delete
  12. wah, artikelnya panjang namun penyampaian alurnya cerdas.

    secara pribadi bang-is sendiri masih menunggu kabar ini, kira-kira kapan yah mulai berlakunya.

    btw, saya suka sekali dengan ungkapan kang Bejo :

    “Utang mas, Utang, nanti pasti saya lunasin kok” jawab Kang Bejo dengan wajah bersungut

    haha, jadi inget kalo negara juga punya utang yang banyak lho.

    mudah-mudahan setelah diberlakukannya redenominasi ini makin memperkuat nilai tukar mata uang kita.

    salam hangat, makasih udah berbagi pemikiran.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aminn..saya juga berharap demikian mas, makasih yah udah mau nyasar ke sini, jangan kapok ya hehe

      Delete
  13. Panjang juga yah kang tulisannya... tapi karena dibumbui dengan canda dan dialog-dialog yang hidup maka tulisannya jadi seru :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini emang ciri khas blog ini.... Temanya rumit, tapi cara penyajiannya menarik, sekaligus lucu.... :D

      Delete
  14. saya juga pernah mendengar Redmoninasii ini, jadii mata uang pecahan 1000 rupiah hmenjadi 1 rupiah, ngurangin nolnya saja atau menghemat kertas. Puyeng juga saya memahaminya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nanti kalo jadi diberlakukan udah ndak mumet lagi deh mas :D

      Delete
  15. Semoga tahap sosialisasi denominasi tahun depan bisa terlaksana dengan lancar. Saya termasuk yang setuju dengan denominasi... Kadang malu aja liat duit kita yang seratus ribu ruoiah ternyata cuma cukup beli makan siang sekali kalau dibawa ke luar negeri hehehe.

    Thanks pencerahannya mas Seagate

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo yang udah pernah tinggal di luar negeri kayak sampeyan gini tentunya udah merasakan benar ya mas betapa kecilnya nilai uang rupiah kita di mata mereka, yah kita doakan sama-sama biar cepet terealisasi ya mas :)

      Delete
  16. aku ga mau komen lagi ah.. kmrn aku udah komen, tp kok ga ada.. kang bejo sentimen nih *ngambek* :P

    ReplyDelete
    Replies
    1. jangan suka ngambek mbak, ntar cepet tua lho =))

      Delete
  17. Ya, saya juga udah dapat beberapa penjelasan ttg redenominasi ini via FB. Tapi penjelasan dari blog ini jauuhh lebih mudah dipahami, khususan buat org2 awam seperti saya yang kadang2 suka ngejelimet kalo ngomongin soal ekonomi hehehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu karena yang nulis maupun yang baca sama-sama awam juga mbak :D

      Delete
  18. Mbaca ttg redenominasi ini dan ttg perekonomian di jaman dulu, br saja td sore ibu saya cerita ttg beberapa barang yg beliau beli doeloe dgn hrga bebrapa rupaih saja. Ibu juga bilang, klo dulu uang ada 'aji'nya, gak kayak sekarang.

    Sepakat MAs, semoga masyarakat tdk panic dengan adanya langkah redenominasi yg sebentar lagi diberlakukan. KAn lumayan juga bisa hemat pulpen tuh karena gak kebanyakan nulis angka nol....#hehehe..makin nglantur neh

    ReplyDelete
  19. Nice post..
    ku berkunjung sambil silaturahmi:)

    ReplyDelete
  20. wahh... jadi ceritanya, mata uang kita bakalan balik lagi ke tempoe doeloe ya mas ????
    kalo gitu buru2 deh sya nyimpen duit ribuan.. nanti kan nilainya bs jadi jutaan! hhehe

    salam kenal mas... sya minta follbackny yaa :D

    ReplyDelete
  21. apapun kebijakan pemerintah selagi itu baek tetap kita dukung :)

    ReplyDelete
  22. ooowww...iya iyaiya ngerti sekarang mas heeee

    makasi infonya ya,,,

    ReplyDelete
  23. semanget nih kalo baca tulisan yg menyangkut uang :)

    ReplyDelete
  24. Replies
    1. Kabar baik alhamdulillah, cuman kemarin sempet 2 bulan nelantarin blog ini hehehe

      Delete
  25. ijin berbagi kata motivasi yaa
    " janganlah kau buat kekeliruan sebagai sesuatu alasan, dikarenakan semestinya ia jadi motivasimu tuk terus mengambil langkah ke depan"
    thx :)

    ReplyDelete
  26. semakin panjang aja nih bang isinya. makin dalem.

    ReplyDelete
  27. kalau harganya jutaan seh enak kalau yang kayak permen asem yang harga 500rp dapt 3 ntar di redeniminasi jadi piro yoo om, jadi yen yen yen kali yaa, yen enek duit e, yen ora kiamat, yen wong2 ngerti, hahahahah :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo harganya Rp. 500 setelah redenominasi ya harganya jadi setengah rupiah atau 50 sen. Iya kynya jadi mata uang Yen, yen ndak mati duluan hahaha

      Delete
  28. Rupiah Dinilai Mata Uang Sampah, Redenominasi Solusinya

    ReplyDelete