Wednesday, June 13, 2012

The Whistleblower

Beberapa waktu yang lalu sampeyan tentunya telah mendengar berita tentang salah satu oknum petugas pajak yang harus kembali berurusan dengan para penegak hukum di negeri ini. Jika Gayus Tambunan, Dhana Widyatmika dan Ajib Hamdani harus berurusan dengan polisi dan kejaksaan pada kasus-kasus pajak sebelumnya, maka kali ini giliran Tommy Hindratno, seorang Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Selatan, yang harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah tertangkap basah menerima sejumlah uang suap dari seorang pengusaha di sebuah rumah makan di daerah Tebet, Jakarta Selatan.

Berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya, kasus yang menimpa TH kali ini sepertinya relatif cepat “menguap” bila dibandingkan dengan kasus yang menimpa GT maupun DW dulu,  sepertinya media lebih tertarik untuk memberitakan kasus korupsi proyek Hambalang yang melibatkan para elit politik partai penguasa di negeri ini daripada kasus ini, padahal Dirjen Pajak beserta jajarannya sendiri sebenarnya menginginkan agar media terus menerus memberitakan berita penangkapan TH ini agar masyarakat tahu bahwa Ditjen Pajak terus berbenah dan mereformasi diri.


“Walah dhalah.. lha ngapain Dirjen Pajak kok malah pingin kasus ini di ekspose terus sama media, kalo saya ya malu lha mas kalo lagi-lagi ada petugas pajak yang kembali kena kasus, kasus kayak gini ini kan telah berulang untuk kesekian kalinya, dan sepertinya mereka ndak mengambil pelajaran dari kasus-kasus terdahulu. Dan ini kan sebenarnya udah jadi cukup bukti bahwa pengawasan di internal Ditjen Pajak itu lemah mas. Kalo dibilang mereformasi diri itu dari mana?dari Hongkong? ” komentar Kang Bejo saat sedang menikmati makan siang di warteg langganan kami ini.

“Hahaha sabar tho kang, sabar, wis ndak usah emosi dulu, sepertinya sampeyan  denger berita ndak utuh, jadinya terlalu cepat mengambil kesimpulan  “ jawab saya sambil tertawa

“Lah emang ada yang salah dengan omongan saya?nyatanya emang bener ada yang ketangkep lagi kan?” jawab Kang Bejo .

“Ya iya, emang ada yang ketangkap, tapi sampeyan tahu ndak bahwa sebenarnya penangkapan ini adalah hasil kerjasama antara KPK dan Ditjen Pajak sendiri. Sampeyan kan bisa liat di TV saat konferensi pers pasca penangkapan TH kemarin, selain KPK, kan ada juga Dirjen Pajak yang mendampingi“ balas saya (untuk berita lengkapnya bisa sampeyan baca disini dan disini)

“Masa sih?lah ngapain mereka repot-repot ngajak KPK? kenapa ndak diselesaikan di internal mereka sendiri aja, kalo udah kayak gini kan pihak luar mereka malah tahu semua mas, apa malah ndak jadi tambah malu sendiri mereka? ” jawab Kang Bejo heran

“Ya justru dengan ngajak KPK itulah Ditjen Pajak ingin menunjukkan keseriusan mereka memberantas korupsi Kang, dan menurut saya dengan terungkapnya kasus ini justru malah bisa menguntungkan pihak Ditjen Pajak” jawab saya

“Lah apa untungnya buat mereka?” tanya Kang Bejo penasaran

“Sampeyan kan tau sendiri kalo kecurangan pajak itu ndak mungkin dilakukan sendiri, harus ada kesepakatan jahat antara oknum petugas pajak dan oknum wajib pajak untuk memperkecil jumlah pajak yang mereka bayar, Kalo yang nangkep KPK, jadinya nanti para tersangka atas kasus ini bukan hanya dari pihak oknum petugas pajak saja, namun dari pihak wajib pajak selaku penyuap pun nantinya akan di proses hukum juga, kalo ditangkap dua-duanya, kan adil jadinya” lanjut saya lagi. (Bagi sampeyan yang pingin tahu bagaimana detail praktek “perselingkuhan” antara petugas pajak dan wajib pajak itu terjadi, sampeyan bisa baca di tulisan saya sebelumnya disini)

“Owh gitu..terus keuntungan lain bagi Ditjen Pajak apa ?” tanya Kang Bejo

“Selain bisa menangkap si penyuap dan penerima suap, terungkapnya kasus ini juga bisa memberikan shock therapy kepada petugas pajak yang lain agar ndak coba-coba untuk melakukan kecurangan, kan seperti yang saya bilang tadi Kang, sebenarnya informasi awal dari kasus TH ini berasal dari whistleblower yang notabene adalah sesama pegawai pajak sendiri Kang, kalo mereka akan melakukan penyimpangan, bisa aja mereka bakal dilaporin oleh temen yang duduk di samping meja kerjanya sendiri Kang” jelas saya

“Wih..kok bisa gitu ya, bagus tuh mas, andaikan di semua instansi pemerintah bisa diterapkan seperti itu ya, pasti pada mikir dua kali tuh mereka kalo mau berbuat macem macem” kata Kang Bejo heran

Pada sebuah wawancara di sebuah stasiun televisi swasta pada hari kamis malam kemarin, Dirjen Pajak mengatakan bahwa pengungkapan kasus Tommy ini merupakan hasil dari Whistleblowing System yang telah di terapkan oleh Ditjen Pajak, sistem ini merupakan sistem yang memberikan dukungan untuk terciptanya lingkungan yang bebas praktik-praktik KKN dengan cara menumbuhkan budaya saling melaporkan di antara sesama pegawai Ditjen Pajak jika terdapat indikasi pelanggaran. Dirjen Pajak mengatakan bahwa Ditjen Pajak merupakan instansi pertama yang memberlakukan Whistleblowing System, dan terungkapnya kasus ini sekaligus membuktikan bahwa Ditjen Pajak sangat serius untuk melakukan “bersih-bersih” di “rumah” mereka sendiri.

Ketika kami sedang asyik ngobrol, tiba-tiba terdengar suara memanggil dari arah belakang.

“Kanggg..mau dibikinin kopi ndak?” tanya Mbak Jum, si pemilik warteg  langganan kami ini

“Iya mbak..kopi satu, pahit ya, ndak usah pake gula aja” jawab Kang Bejo cepat

“Lho  kok tumben-tumbenan pahit kopinya, kan biasanya pake gula Kang” jawab Mbak Jum

“ Iya nih Mbak, abis mata saya sepet banget nih gara-gara abis nonton bola semalam, biar ndak ngantuk gitu” jawab Kang Bejo sambil kucek-kucek matanya

“Oalah suka nonton bola juga ternyata, kirain ndak bisa tidur mikirin saya Kang hehe” jawab Mbak Jum sambil mesam mesem

“Ah..sampeyan kali yang ndak bisa tidur gara-gara mikirin saya hahaha” jawab kang Bejo sambil tertawa

“Hehehe yo wis, eh mas sampeyan mau di buatin kopi juga ndak?”  Mbak Jum ganti tanya kepada saya

“Ndak usah mbak, saya tolong buatin teh manis panas aja deh, oh ya sama Tolak Angin satu ya” jawab saya sambil tersenyum
 
“Wah lagi masuk angin mas? makanya kalo malam dipake bajunya mas, jangan di lepas mulu hehehe” kata Mbak Jum sambil tertawa.  Saya dan Kang Bejo pun hanya tersenyum sendiri melihat ocehan Mbak Jum tadi itu.

Dari berbagai kasus pajak yang melibatkan nama GT, DW maupun TH sekarang ini, ada satu hal menarik yang menghubungkan mereka bertiga, kebetulan mereka adalah sama sama alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, STAN biasa masyarakat menyebutnya. Nama STAN menjadi lebih akrab di telinga sejak media sering menyebut nama kampus ini di setiap pemberitaan kasus-kasus pajak yang melibatkan para alumninya itu. Akibatnya stigma negatif sebagai  kampus “pencetak koruptor” melekat kuat pada salah satu perguruan tinggi kedinasan ini. Bukti atas stigma negatif itu sering saya jumpai pada komentar-komentar miring yang ditulis oleh para pembaca di salah satu portal berita online di internet.

“Ya kita juga ndak bisa sepenuhnya menyalahkan masyarakat apabila ada pandangan negatif atas kampus itu mas, nyatanya para oknum petugas pajak yang terlibat itu memang alumni STAN semua kan? Mungkin itu semua adalah wujud ekspresi dari ketidakpuasan masyarakat atas kampus itu” komentar Kang Bejo  

“Iya sih, tapi sepertinya terlalu berlebihan kayaknya Kang kalau masyarakat menghakimi almamaternya hanya karena perbuatan segelintir alumninya, masa ada sih Kang kampus mengajarkan hal-hal yang ndak bener kepada para anak didiknya, lebih-lebih mereka itu kan kampus plat merah yang semua pendidikannya dibiayai oleh negara” jawab saya

“Nah justru itu, mereka itu kan sekolahnya dibiayai negara, pake uang rakyat, lha kok udah lulus dari sana malah menggerogotin  uang negara, harusnya membantu negara tapi malah merusaknya, kan itu ibarat pepatah seperti pagar makan tanaman, iya ndak?" Jawab Kang Bejo

“Iya sih tapi bagaimanapun juga kita ndak bisa menggeneralisir bahwa semua alumni STAN seperti itu Kang, saya yakin mereka itu hanyalah oknum dan masih banyak ribuan alumni STAN yang jujur dan berintegritas tinggi di luar sana, buktinya mantan ketua KPK itu lulusan STAN, dan orang-orang KPK yang menangkap si TH kemarin itu alumni STAN juga lho kang” jelas saya (berita selengkapnya bisa sampeyan baca disini)

“ Oh ya? saya malah ndak tau Kang, emang ada ya lulusan STAN yang kerja di KPK? saya pikir mereka hanya di tempatkan di lingkungan Kementerian Keuangan saja” jawab Kang Bejo penasaran

“ Ya ada lah kang, setau saya, selain di tempatkan di Kementerian Keuangan, mereka juga ditempatkan di instansi pemerintah lain seperti BPK, BPKP termasuk KPK juga” lanjut saya

Lulusan STAN atau bukan, orang pajak atau bukan, saya pikir setiap pekerjaan dan profesi itu pasti ada godaannya, mau kerja bener atau ndak bener itu pilihan masing-masing dan itu sangat tergantung dengan faktor personal. Sebaik apapun sistem yang dibangun tapi jika sistem itu tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang ndak menjunjung tinggi integritas dan nilai-nilai religius maka semua bisa menjadi sia-sia, kenapa?karena mereka akan selalu mencari celah pada sistem yang telah dibangun itu untuk kepentingan pribadi semata. 

Begitu juga dengan Ditjen Pajak, meskipun saat ini mereka telah melakukan modernisasi perpajakan yang diiringi dengan peningkatan gaji dan tunjangan yang signifikan kepada pegawainya, namun itu ndak menjamin 100% bahwa mereka ndak akan melakukan penyimpangan. Tapi dengan terungkapnya kasus TH ini, setidaknya Ditjen Pajak membuktikan keseriusan mereka untuk memberantas korupsi dengan meminimalisir resiko terjadinya kecurangan dengan melakukan perbaikan sistem pengawasan pada internal mereka melalui penerapan whistleblowing system seperti sekarang ini.

“Saya sebenarnya gregetan kalau liat orang-orang kaya gitu Kang, masa kok ya ndak cukup-cukup aja ya” Kata Mbak Jum sambil membawa Kopi dan teh panas pesenan kami

“Gregetan kenapa emangnya mbak?” tanya Kang Bejo penasaran

“Lah si TH itu kan gajinya udah gede, jauh lebih gede bila dibandingkan dengan PNS yang lain, masa gaji belasan juta tiap bulan kayak gitu masih kurang aja, kalo suami saya gajinya segitu, wah saya service abis pokoknya mas” jawab Mbak Jum

“Hehe bisa aja sampeyan, tapi nyatanya gaji tinggi itu ndak menjamin kalo orang itu ndak akan korupsi lho Mbak, karena memang yang saya tau motivasi orang korupsi itu bukan hanya karena mereka ndak punya duit semata” jawab Kang Bejo

“Emang apa aja motivasinya Kang?” tanya Mbak Jum penasaran

“Ada orang korupsi itu karena emang kepepet mbak, dia korupsi karena gajinya terlalu kecil sehingga kalo dia ndak korupsi maka dia ndak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Itu istilahnya apa mas klo bahasa inggrisnya?” tanya Kang Bejo kepada saya


“Yang mana kang?” tanya saya sambil menguyah gorengan di depan saya.

“Yang itu loh, orang yang korupsi karena memang kepepet buat makan” balas Kang Bejo

Corruption By Need?” jawab saya  
“Ya itu bener, maksud saya itu hehe” balas Kang Bejo sambil tersenyum

“Walah nek sampeyan ndak ngerti bahasa inggris ndak usah disebut juga ndak apa-apa Kang, percuma juga saya juga ndak mudeng bahasa inggris hehe terus terus..kalo motivasi lain yang buat orang korupsi  apa?” tanya Mbak Jum lagi 

“Ya biar sampeyan biar tau bahasa inggris juga lah mbak hehe “ balas Kang Bejo

“Iyo iyo..terus yang satunya lagi apa?” tanya Mbak Jum lagi

“Nah yang kedua, ada korupsi yang disebut sebagai Corruption by Greed, yaitu korupsi yang disebabkan  karena pelakunya emang berwatak greedy alias serakah, sebenarnya mereka udah punya banyak duit tapi pinginnya punya duit lebih banyak lagi, dan akhirnya menghalalkan segala cara termasuk korupsi itu” lanjut Kang Bejo

“Owh berarti orang-orang kayak si GT dan TH itu termasuk kategori korupsi yang kedua ya Kang” kata Mbak Jum

“Iya mbak, mereka termasuk orang-orang yang korupsi karena sifat serakah yang mereka miliki” jawab kang Bejo mantap

Sifat greedy atau serakah merupakan akar dari timbulnya mentalitas korup, dan keinginan untuk korup merupakan refleksi dari kualitas moral masing-masing individu. Namun kualitas moral seseorang bisa berfluktuatif dan dapat berubah akibat pengaruh berbagai macam baik faktor internal maupun eksternal, bisa saja seseorang yang di masa mudanya memiliki integritas yang tinggi dan memegang teguh prinsip kejujuran namun seiring berjalan waktu lama-kelamaan prinsip kejujuran dan integritasnya bisa terkikis dan berubah 180 derajat menjadi bermental korup, maka pemahaman terhadap nilai-nilai religius mutlak diperlukan agar integritas dan prinsip kejujuran itu bisa selalu konsisten diterapkan.

Sebagai bagian dari masyarakat, saya berharap terungkapnya kasus TH ini benar-benar dijadikan momentum yang tepat oleh Ditjen Pajak untuk serius memberantas korupsi di instansi mereka. Karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa pajak merupakan sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Jika sudah ndak ada lagi uang pajak yang diselewengkan tentunya akan semakin besar lagi manfaat uang pajak yang telah mereka bayarkan selama ini.

Bagi sampeyan pegawai Ditjen Pajak, kuatkan integritas dan terus bekerja secara profesional. Ndak usah coba-coba untuk berbuat curang atau menyalahgunakan jabatan yang sampeyan miliki demi keuntungan pribadi semata, karena dengan whistleblowing system yang telah dimiliki Ditjen Pajak sekarang, bisa saja sampeyan akan menjadi korban whistle blower berikutnya. Bagi sampeyan alumni STAN, junjung tinggi integritas dan selalu berikan yang terbaik dimanapun sampeyan di tempatkan. Tunjukkan bahwa alumni STAN bisa berkontribusi positif untuk kemajuan dan perbaikan negeri kita tercinta ini.

“Balik yuk mas, udah siang ini, saya ndak enak sama pak mandor” ajak Kang Bejo kepada saya

“Ntar dulu kang, saya abisin minum saya dulu lah, mau kemana emangnya sih kok buru-buru?” tanya saya

“Ya mau kerja lagi, ntar disangka korupsi lagi sama pak mandor” jawab Kang Bejo

“Korupsi apaan emangnya?” tanya saya penasaran

“Korupsi waktu” jawab Kang Bejo

Jiahhh..Nggaya :D

43 comments:

  1. aiiih.. makin keren aja nih kang bejo.. *kedip2 mata*.. Maap ya, mbk jum minggir dulu! hehe..

    Seperti postingan2 sblmnya yg bikin ati jd adem dan mencerahkan. Kali inipun begitu.. Salut bgt buat km.. :) *terharu*

    eh.. eh.. jgn2 aku bisa kena whistle blower nih, gara2 ngedipin kang bejo.. haiyaah.. :D

    ReplyDelete
  2. kl ini dimasukin di LKS/Buku Pelajaran anak SD bs gk yaa...??? Ttg mbak jum dan mas bejo nya aja,... :)

    ReplyDelete
  3. Hmm...iya ya, klo begini, media malah engga mem-blow up...tanya kenapa? hehehe...
    Nice post, Mr. Seagate ;)
    Salam buat Kang Bejo en Mbok Jum, ya... :D

    ReplyDelete
  4. lama ndak mampir disini, tulisannya makin ciamik aja...

    wis saya ndak ngomentari isi artikelnya, takut dimarahi kang Bejo kalau salah. hehehe

    pesenin kopi satu gak pake tolak angin tapinya...

    ReplyDelete
  5. wow... infonya lengkap, menarik dan informatif sekali mas.... lama ndak mampir kesini, makin keren deh tulisannya...

    sehat kan mas Seagate? :)

    ReplyDelete
  6. Nambah ilmu lagi deh!

    Iya bener mas, terlepas dari dimana kita bekerja dan lulus dari sekolah apa, korupsi atau tidak, jujur atau tidak itu tergantung dari pribadi masing-masing.

    Yang paling penting adalah bagaimana kita sebagai orang tua mengajarkan anak-anak kita yang notabene generasi muda masa depan, arti nilai kejujuran. Berbuat curang ketika UAS adalah cikal bakal korupsi juga kan?

    Jadi, mari kita budayakan kejujuran pada anak-anak!

    ReplyDelete
  7. Kalau mbaca ulasan yang dibuat dialog dengan kang Bedjo..bener2 karakternya membumi lho Mas.

    Image koruptor dgn STAN, mgk karena yg ter-blow up kasus korupsinya punya back groud dr STAN. Tp tetap tak menggiyahkan nama besar STAN sebagai PTN elit lho Mas.

    KAlau jd koruptor..itu kan tetap kembali pada kesempatan dan kemauan setiap orang...

    Penceritaan yang bernuansa edukatif dengan kemasan yang enak dibaca...saluut Mas..

    ReplyDelete
  8. wah kerenbgt ne tulisannya bang,, seneng ane bacax...,
    perlu bnyak blajar ne dr mas bro,,,
    thanks yach,,,

    ReplyDelete
  9. Hadeuuuh, saya termasuk korpsi waktu ga ya... Coz, komen ini aku tulis saat jam kerja. Hehe.. **kerja nyambi komen blog. :-)

    ngomong2 ttg STAN, saya sepakat. Lulusan STAN atau bukan, orang pajak atau bukan, setiap profesi pasti ada godaannya. Semua tergantung pribadi masing2.

    ReplyDelete
  10. salam kenal.., btw followx sukses.., terima kasih.. *smile

    ReplyDelete
  11. Seneng banget tulisannya, banyak yang langsung melakukan generalisasi ttg Anak STAN, padahal ga semuanya seperti itu. Banyak kok teman2 alumni sono yang memiliki integritas dan jujur. Nice post, Kang.

    ReplyDelete
  12. @Mbak Cova : Kang Bejo bisa-bisa ndak bisa tidur tuh gara-gara di kedipin sama mbak hehehe Kang Bejo emang gitu mbak, selalu bikin hati adem :D

    ReplyDelete
  13. @6ixmarch : Bisa aja dimasukin, asal jangan adegan saat Mbak Jum lagi genit lho ya =))

    ReplyDelete
  14. @Rainbow : Sepertinya karena wajib pajak, PT. Bhakti Investama, yang tersangkut kasus ini adalah milik pengusaha yang punya tivi dan juga dewan kehormatan sebuah partai, makanya mereka ndak mau nama baiknya tercemar. Kata Kang Bejo sih gitu hehe makasih ya udah mampir :)

    ReplyDelete
  15. @Mas Insan : Hehehe bisa aja, makasih ya mas udah mampir ke sini, kata Mbak Jum kopinya udah disiapin tuh :)

    ReplyDelete
  16. @Mbak Alaika : makasih udah mampir mbak, kabarnya?lagi masuk angin nih mbak kebanyakan nonton bola hehehe

    ReplyDelete
  17. @Mbak Mayya : Iya mbak, tantangan bagi kita untuk menanamkan nilai nilai kejujuran sejak dini kepada anak-anak kita, saya juga miris liat kenyataan bahwa UN sekarang ini banyak yang bocor, nilai 9 udah bak kacang goreng :D

    ReplyDelete
  18. @Mbak Ririe : wah makasih mbak, commentnya bikin saya tersandung, eh tersanjung hehe..mungkin "membumi" maksud mbak banyak dari masyarakat kita yang memiliki karakter seperti Kang Bejo ya, selalu penasaran pingin tahu :)

    ReplyDelete
  19. @Muarra : thanks bro udah berkenan mampir ke sini :)

    ReplyDelete
  20. @Mas Irham : apa ndak kebalik mas, ngeblog sambil kerja kali maksudnya :D

    ReplyDelete
  21. @Rohis : salam kenal juga, makasih udah follow :)

    ReplyDelete
  22. @Cipu : makasih mas, semoga tulisan ini bisa meluruskan persepsi orang-orang tentang kampus plat merah ini :)

    ReplyDelete
  23. Baru paham aku istilah whistleblowing ki. Ternyata gak buruk istilahnya. Bagus ya itu jadi bisa enak pelaporan pelanggarannya...

    Lulusan almamaterku juga ada tuh yang kena kasus korup. Hihihi... Yaaa tergantung orangnya juga sih hehe~

    ReplyDelete
  24. salam kenal sob.. saya kaya kenal sama 354nya

    ReplyDelete
  25. Kang bejo smart deh hehe...
    Lama nggak ke sini mas. Mas Seagate selalu aja memosting tulisan mencerahkan :)

    ReplyDelete
  26. karena urusan pajak itu berurusan langsung dengan uang, jadi ya mungkin godaannya lebih besar jadinya. :D
    event ngeblog: menulis di blog dapet android, ikutan yuk!

    ReplyDelete
  27. whistleblower.....
    sudah ada sejak lama...
    tp efisien ga ya..??
    bagaimana jika yang menerima masukan dari whistebblower malah memanfaatkannya....
    semoga kejujuran masih ada di muka bumi ini...
    :)

    ReplyDelete
  28. Hha percakapan yang menarik antara mbak jum dan kang bejo.
    mulai betah dengan blog ini, isinya sangat inspiratif :))

    ReplyDelete
  29. aduh kapan yah korupsi bakal abis di indo? jujur aja dulu juga sempet men-generalisasi semua alumni STAN seperti yang di post di atas loh hwhw.

    ReplyDelete
  30. @Una : Makanya dengan whistleblowing system ini jadi enak kalo mau laporin rekan kerja yang "nakal" :)

    ReplyDelete
  31. Dimas & Didin : Makasih mas, salam kenal juga, terima kasih udah berkunjung :)

    ReplyDelete
  32. Wury : Hehe Kang Bejo emang pinter kok orangnya :),,makasih ya wur..sering-sering mampir kesini meskipun jarang diupdate blognya :))

    ReplyDelete
  33. Teguh : pastinya sob, ndak mudah bagi seseorang yang bekerja dimana lingkungan tempat bekerjanya banyak godaan, kalo ndak kuat iman bisa bisa terpengaruh hehe

    ReplyDelete
  34. Dihas : Ya tentunya harus diverifikasi dulu dong laporan kebenarannya, kalo asal lapor ntar jadinya bisa timbul fitnah

    ReplyDelete
  35. Uchank : Haha makasih ya udah mampir :)

    ReplyDelete
  36. Audrey : Tentunya ndak akan mudah memberantas korupsi di negeri ini, karena budaya korupsi itu telah mengakar di masyarakat kita, terlebih kepada para pejabatnya, namun selama ada usaha untuk memberantasnya, insyaallah Indonesia akan menuju masa depan yang lebih baik :)

    ReplyDelete
  37. makin ajib aja bang seagate artikelnya. titip salam aja buat kang bejo :D.

    ReplyDelete
  38. Ow ow ow... mas seagate kerja di pajak ya? hehehee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya kan cuman temen mburuhnya Kang Bejo :))

      Delete
  39. tulisannya bagus banget,,mas Seagate,, tp mau tanya nih,,, orang yg melaporkan temannya ( whistleblower), mendapat apa mas ? reward? apakah identiitasnya di rahasiakan krn kuatir akan ada dendam ...? reward nya berbentuk apa yaa...
    kok jadi penasaran niih...hehee..
    next bisa di buatin tulisan lagi ya tentang whistleblower nya..
    sukses terus ya mas......

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pertama saya ucapkan terima kasih bu Nuryati atas kunjungannya ke blog ini..

      Setelah saya menanyakan kepada kawan yang bekerja di Ditjen Pajak, Identitas pelapor (whistleblower) tetap akan dirahasiakan demi keamanan dan keselamatannya, apabila laporannya terbukti benar, maka reward yang diberikan berupa bonus sebesar 10x dari tunjangan pegawai yang bersangkutan, selain itu pelapor mendapatkan mutasi (pindah) ke tempat yang dia inginkan. Kurang lebih begitu bu jawaban saya:)

      Delete