Sunday, October 30, 2011

Saya Manut Saja

Hari Raya Idul fitri merupakan perayaan agama terbesar bagi umat islam di seluruh dunia, hari yang merupakan simbol kemenangan bagi umat islam setelah menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Namun perayaan Idul fitri tahun ini terasa ada sedikit nuansa yang berbeda, adanya perbedaan pendapat antara pemerintah dan salah satu ormas islam tentang penentuan kapan jatuhnya hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 H sedikit banyak menyebabkan kebingungan di tengah tengah masyarakat.

Sampeyan tentu masih ingat bagaimana ramainya perdebatan penentuan 1 Syawal 1432 H pada sidang Itsbat di Kementerian Agama kemarin, apalagi saat itu sidang tersebut ditayangkan secara live oleh beberapa stasiun televisi swasta tanah air. Tentu saja, bagi orang awam yang ndak paham tentang metode hisab, rukyat, astronomi, dan sejenisnya tentunya akan bingung mendengarkan penjelasan dari  para ahli disana. Namun, terlepas dari pro dan kontra dan mengiringinya, akhirnya pemerintah pun menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu 31 Agustus 2011, meskipun ada salah satu ormas islam yang menyatakan berbeda pendapat dengan pemerintah dan “meminta ijin” untuk berlebaran sehari lebih awal.


“Lha iya, gara-gara lebaran diundur gitu, istri saya jadinya ngedumel ndak karuan mas” Kata Kang Bejo ketika menikmati makan siang di warteg langganan kami.

“Lha kenapa Kang? Kok sampe ngedumel gitu istri sampeyan?” tanya saya penasaran


“Ya waktu hari Senin malam itu, istri saya udah terlanjur masak opor ayam sama rendang banyak banget mas, eh ndak taunya malah ndak jadi lebarannya“  jawab Kang Bejo


“Lah malah enak tho Kang, sahur ama buka nya pake rendang sama opor terus, kalo buat lebaran ya tinggal masak lagi aja  hahaha” jawab saya sambil tertawa


"Ngomong sih enak mas, duitnya itu lho" jawab Kang Bejo dengan raut wajah kecewa

Memang harus diakui, cukup banyak masyarakat kecewa atas keputusan pemerintah kemarin. Selain istri Kang Bejo tadi, kedua mertua saya pun merasakannya juga. Mundurnya lebaran ternyata berpengaruh dengan rencana mudik yang telah Beliau tentukan jauh-jauh hari.  Sesaat setelah sidang istbat selesai, beliau meminta tolong saya untuk pergi ke Stasiun Gambir untuk merubah jadwal  keberangkatan tiket yang telah dibeli, dan ternyata saya ndak sendirian, sudah banyak juga orang yang juga sedang antri disana untuk menukarkan tiketnya.

Namun bagi saya pribadi, justru mundurnya lebaran kali ini menjadi berkah tersendiri, awalnya saya berencana untuk berangkat mudik pas hari H lebaran, tapi dengan di undurnya lebaran itu berarti jadwal keberangkatan saya menjadi H-1 lebaran. Alhamdulilah saya pun bisa sholat Ied bersama orang tua dan keluarga besar saya di kampung. Alhamduilillah :)

“Lha iya mas, daripada ribut-ribut nentuin kapan lebaran seperti kemarin, kenapa kita kok ndak ikut  Arab aja ya?kan enak jadi barengan semua” tanya Kang Bejo penasaran

“Ya ndak bisa begitu Kang, walaupun Arab adalah negara dimana Islam lahir, tapi Arab bukan  menjadi patokan kapan penentuan lebaran Kang, masing-masing negara bisa menentukan sendiri kapan mereka lebaran, boleh sama boleh juga beda, sejak jaman Sahabat Rasulullah SAW dulu perbedaan penentuan awal ramadhan ataupun lebaran itu sudah pernah ada” kata saya mencoba menjawab pertanyaan Kang Bejo

“Oh ya?sampeyan tau darimana itu? tanya Kang Bejo penasaran

Kebetulan saya dulu pernah mengikuti pengajian yang membahas sebuah hadist tentang bolehnya perbedaan penentuan awal puasa dan idul fitri di dua negara. Dalam hadist Muslim yang diriwayatkan oleh Ibnu abas diceritakan bahwa saat itu ada salah seorang sahabat yang bernama Kuraib. Dia diutus oleh Ummi fadl binti haris menuju ke kota Syam (sekarang  adalah kota Damaskus, Ibukota Syiria) untuk menemui Muawiyah. Saat disana ternyata Kuraib mengetahui bahwa penduduk kota Syam berpuasa lebih dulu dibandingkan penduduk Madinah.  Untuk lebih jelasnya, sampeyan bisa baca hadist selengkapnya seperti dibawah ini:

"Kuraib mengabarkan bahwa Ummu Fadll binti Harits mengutusnya kepada Muawiyyah di Syam. Kuraib berkata : "Aku sampai di Syam kemudian aku memenuhi keperluannya dan diumumkan tentang hilal Ramadhan, sedangkan aku masih berada di Syam. Kami melihat hilal pada malam Jum'at.Kemudian aku tiba di Madinah pada akhir bulan. Maka Ibnu Abbas bertanya kepadaku - kemudian dia sebutkan tentang hilal -- : 'kapan kamu melihat Hilal?' Akupun menjawab : 'Aku melihatnya pada malam Jum'at. Beliau bertanya lagi : 'Engkau melihatnya pada malam Jum'at ?' Aku menjawab :'Ya, orang-orang melihatnya dan merekapun berpuasa, begitu pula Muawiyyah.' Dia berkata : 'Kami melihatnya pada malam Sabtu, kami akan berpuasa menyempurnakan tiga puluh hari atau kami melihatnya (hilal).'Aku bertanya : 'Tidakkah cukup bagimu ruyah dan puasa Muawiyyah ?' Beliau menjawab : 'Tidak! Begitulah Rasulullah memerintahkan kami.'" (HR. Muslim- Kitabushoum Nomor Hadist  1087)


Perlu sampeyan ketahui bahwa Muawiyah adalah pemimpin umat islam yang ada di kota Syam saat itu, sedangkan Kuraib sendiri  adalah penduduk Madinah, Arab Saudi. Dari hadist diatas dapat diketahui bahwa ada perbedaan hari untuk  awal bulan Ramadhan disana.  Menurut Ibnu Abbas seperti itulah adalah perintah Rasulullah, karena masing-masing negara berhak menentukan kapan awal dan akhir puasa mereka sendiri, bukan hanya ikut-ikutan saja.


“Owh gitu, kalau bukan Arab yang dijadikan sebagai patokan, terus gimana caranya menentukan kapan lebaran itu mas?” Tanya Kang Bejo semakin penasaran.

“Setau saya ada dua metode yang dipakai dalam penentuan kapan 1 Syawal ini Kang, yaitu metode Rukyat dan metoda Hisab”Jawab saya


“Metode Rukyat itu seperti apa?” tanya Kang Bejo lagi


Rukyat secara bahasa berarti “melihat”, Rukyat dilakukan  dengan melihat apakah hilal telah terlihat pada hari ke 29 di bulan Ramadhan atau belum. Apabila hilal terlihat maka bisa ditentukan bahwa saat itu sudah masuk tanggal 1 Syawal dan keesokan harinya adalah hari raya Idul Fitri, apabila belum terlihat maka diputuskan bahwa bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari. Adapun pedoman/ dalil yang dijadikan dasar penggunaan mteode rukyat ini adalah sebuah hadist yang berbunyi.

Nabi bersabda: “Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berhari rayalah kalian ketika melihat hilal. Maka, jika mendung menghalangi penglihatan kalian dari melihat hilal, maka sempurnakanlah 30 hari bulan Sya’ban” (HR Bukhari dan Muslim)


“Sik tho mas, kalau Hilal yang tadi sampeyan sebut sebagai dasar dalam penentuan lebaran tadi itu maksudnya gimana mas? Terus bentuk hilal itu seperti apa” tanya Kang Bejo  penasaran


Hilal adalah sabit bulan baru yang menandai masuknya bulan baru pada sistem kalender Qomariyah atau Hijriah. Bentuknya seperti bulan sabit tapi jauh lebih tipis, cahayanya pun lebih redup dibandingkan dengan cahaya Matahari atau mega senja, terkadang hilal ndak bisa dilihat dengan mata telanjang sehingga harus menggunakan teropong bintang untuk melihatnya. Hilal terlihat setelah matahari terbenam, hal ini dikarenakan pergantian hari menurut penanggalan islam itu terjadi saat matahari terbenam,

“Owhhh gitu toh mas, kirain hilal itu bentuknya seperti mendung apa planet gitu mas” balas Kang Bejo sambil tertawa nyengir

“Berarti metode Rukyat itu cuman melihat ada hilal apa ndak gitu ya, kalo hilal terlihat berarti besoknya lebaran, kalo ndak kelihatan berarti digenapin 30 hari puasanya, jadi lebarannya lusa gitu kan mas?” lanjut Kang Bejo


“Iya bener Kang, seperti perintah Nabi di hadist tadi, kalo hilal ndak kliatan supaya menggenapkan bulan Ramadhan menjadi 30 hari” jawab saya


“Owhh gitu, terus metode yang kedua yang tadi kata sampeyan metode hisab, itu seperti apa mas?” tanya Kang Bejo lagi


Hisab secara harfiah berarti “menghitung”. Hisab berarti melakukan perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah. Berdasarkan perhitungan itulah, para ahli hisab bisa menentukan kapan terjadi pergantian dari satu bulan ke bulan berikutnya. Menurut mereka yang menggunakan metode Hisab, dasar penggunaan metode Hisab ini adalah Alquran surat Yunus (10) Ayat 5 yang berbunyi:


“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. Q.S Yunus (10):5

“Owhh gitu, karena hanya menghitung, berarti dengan metode hisab tadi berarti lebaran sudah bisa ditentukan jauh-jauh hari dong mas, bahkan mungkin bisa juga digunakan untuk menentukan kapan lebaran untuk sepuluh atau bahkan dua puluh tahun kedepan?” tanya Kang Bejo


“Iya bener Kang, sekarang itu metode hisab sudah canggih, bahkan setau saya sudah ada software komputer untuk hisab sehingga hasilnya pun lebih akurat, tapi tentunya sampeyan ndak bisa sembarangan memakainya Kang, hanya para ahli hisab yang berkompeten saja  yang bisa“ jawab saya sambil tersenyum


“Halah ngece sampeyan iki, aku wae ora iso opomaneh sampeyan?” Balas Kang Bejo Nyinyir


Asyeemmmm…


“Terus dari kedua metode hisab dan rukyat itu, metode mana yang biasanya dipakai mas?” Kang Bejo melanjutkan pertanyaannya


“Sampeyan dari tadi ngomong terus-terus , kayak tukang parkir aja  hehehe” balas saya  ndak mau kalah. Tapi sepertinya Kang Bejo ndak terlalu memperdulikan candaan saya. Dia lebih memilih untuk melanjutkan kembali pertanyaannya.

" Wis ora usah guyon wae, dari metode hisab dan rukyat itu, yang dipakai yang mana mas?" tanya Kang Bejo lagi
 

“Kedua metode itu bisa dipakai dua-duanya Kang, keduanya bisa saling melengkapi, dengan metode hisab bisa diketahui dimana letak posisi hilal terhadap bumi, sehingga akan mempermudah proses rukyat (melihat hilalnya). Bagi metode Hisab, metode rukyat akan lebih meyakinkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh ahli hisab ” jelas saya


Pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Badan Hisab dan Rukyat menggunakan gabungan antara metode hisab dan rukyat dalam penentuan 1 Syawal. Walaupun menggabungkan kedua metode tadi, Pemerintah lebih mengutamakan metode rukyat. Artinya hisab itu hanya sebagai pendukung untuk melihat dimana posisi bulan, tapi keputusannya diambil berdasarkan muncul tidaknya hilal.


Berbeda dengan pemerintah, ada salah satu ormas islam yang hanya menggunakan metode hisab untuk penentuan kapan tanggal 1 Syawal, oleh karena itulah sejak jauh-jauh hari mereka telah menetapkan dan mengumumkan bahwa 1 Syawal jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011, sedangkan pemerintah masih harus menunggu dulu apakah hilal telah terlihat apa tidak untuk pengambilan keputusannya, kalau hilal terlihat pada hari Senin 29 Agustus maka besoknya dipastikan adalah tanggal 1 Syawal, kalau ndak kelihatan maka pemerintah akan menggenapkan bulan Ramadhan menjadi 30 hari. Untuk memperbanyak kemungkinan bisa melihat hilal, maka Pemerintah pun menyebarkan 80 titik lokasi pengamatan untuk melihat  hilal di seluruh wilayah Indonesia.

"Kok banyak banget mas lokasinya?" tanya Kang Bejo heran

"Ya semakin banyak lokasi pengamatan, maka semakin besar pula kemungkinan untuk melihat hilalnya Kang, apalagi hilal itu kan cahayanya tipis dan tersamar dengan mega senja, belum lagi kalau hujan atau tertutup mendung, dipastikan lokasi itu ndak akan bisa melihatnya" jelas saya  


Menurut penjelasan dari salah satu ahli astronomi dari LAPAN (Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional) yang saat itu mengikuti sidang itsbat , hilal itu bisa dilakukan rukyat (dilihat) apabila ketinggian hilalnya minimal 2 derajat, apabila hilal ketinggiannya dibawah 2 derajat maka hilal mustahil bisa dilihat.


Bagaimana dengan kondisi hilal di wilayah Indonesia pada hari Senin tanggal 29 Agustus 2011 saat sidang  itsbat ?


Berdasarkan informasi dari ahli astronomi LAPAN , ketinggian hilal  di wilayah Indonesia saat itu ndak sampe 2 derajat, kalau saya ndak salah denger, dikatakan saat itu bahwa tingginya hanya 1,38 derajat. Oleh karena itulah hilal pun ndak bisa terlihat di wilayah Indonesia. Pernyataan ahli astronomi LAPAN tersebut ternyata sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh peneliti astronomi yang bernama Khalid  Shaukat dan Fawzi Kayali dalam situs www.moonsighting.com

Gambar diatas (klik gambar untuk memperbesar) adalah gambar kemungkinan dilihatnya hilal (bulan sabit) di dunia setelah saat matahari tenggelam pada tanggal 29 Agustus 2011. Daerah yang diarsir menunjukkan kemungkinan untuk dapat melihat hilal, sedangkan daerah yang tidak diarsir tidak memungkinkan untuk melihat hilal. Daerah yang diarsir warna hijau dan biru menunjukkan bahwa daerah itu mampu melihat hilal dengan mata telanjang , sedangkan  daerah yang diarsir warna abu-abu dan merah menunjukan daerah itu mampu melihat hilal dengan bantuan alat optik.

Bagaimana dengan wilayah Indonesia?Seperti yang bisa sampeyan lihat sendiri dalam gambar itu, Indonesia termasuk dalam wilayah yang tidak diarsir, itu artinya bahwa hilal tidak bisa terlihat di wilayah Indonesia. Nah kalau hilal ndak bisa terlihat,tentunya menurut metode rukyat yang digunakan pemerintah, keputusan yang diambil adalah dengan  menggenapkan puasanya menjadi 30 hari, sehingga Pemerintah pun menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu 31 Agustus 2011.


Berbeda dengan metode rukyat, metode hisab   tidak mementingkan terlihat atau tidaknya hilal, asalkan perhitungan posisi bulan lebih dari 0 derajat maka dianggap sudah masuk bulan Syawal, sehingga seperti yang telah mereka umumkan jauh-jauh hari sebelumnya, 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa 30 Agustus 2011.


 “Jadi kalo seandainya kemarin ketinggian hilal itu lebih dari 2 derajat, 4 atau 5 derajat misalnya, maka keputusannya jadi sama ya mas, sama-sama lebaran hari Selasa?” tanya Kang Bejo


“Iya bener Kang, kalo lebih dari 2 derajat kan hilal sudah bisa terlihat, dihitung pake metode hisab pun udah masuk bulan Syawal, di rukyat pun hilal sudah terlihat” jawab saya


“Tapi begini mas, kata sampeyan tadi kan Pemerintah itu mengedepankan metode rukyat, tapi seinget saya, bukankah waktu itu ada laporan yang menyatakan bahwa titik pengamatan di Jepara dan Cakung Jakarta Timur telah melihat hilal? Kenapa pemerintah ndak percaya mereka, bukankah itu juga orang-orang yang ditunjuk sendiri oleh pemerintah” Tanya Kang Bejo serius


“Sampeyan ini gimana sih Kang, barusan aja dibahas kok masih nanya lagi, seperti yang dikatakan oleh ahli astronomi dari LAPAN tadi lho Kang , ketinggian hilal di Indonesia waktu itu aja ndak sampe 2 derajat Kang. Secara teori ilmu pengetahuan ndak memungkinkan untuk bisa dilihat, kalau ada orang yang mengaku melihat, tentunya kesaksian mereka diragukan. ” jawab saya sambil tersenyum


“Oh iya ya, bisa aja mereka salah lihat, bukan hilal tapi dikiranya hilal, mungkin yang dilihat itu planet Merkurius kali mas hehe” jawab Kang Bejo sambil meringis


“Kalo menurut sampeyan, yang bener yang mana mas?” pertanyaan Kang Bejo membuat saya sedikit tersentak.


“Wah, bukannya saya ndak mau jawab pertanyaan sampeyan Kang, tapi saya itu ndak punya kapabilitas untuk menjawab pertanyaan sampeyan itu, saya bukan ahli tentang metode hisab, rukyat, astronomi dan sejenisnya itu Kang, soalnya masing masing pihak mengklaim mempunyai dalil dan dasar pemikiran yang kuat atas penggunaan metode Hisab dan Rukyat yang mereka gunakan itu” jawab saya


“Lha terus kemarin sampeyan lebaran hari apa? Selasa apa Rabu?”tanya Kang Bejo lagi


“Kalo  saya manut saja Kang” jawab saya pelan


“Manut sama siapa mas?” tanya Kang Bejo penasaran


“Manut sama pemerintah saja” jawab saya sambil tersenyum


“Alasannya apa sampeyan manut sama pemerintah?”tanya Kang Bejo makin penasaran


“Karena menurut saya, manut sama pemerintah itu perintah Allah Kang, itu ada di Alquran, coba nanti sampeyan lihat isi surat Annisa ayat 59” jawab saya tegas


"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan yang ulil amri di antara kamu (pemerintah). Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
Q.S. An-Nisa (4) ayat 59.


“Kalo ternyata  salah gimana dong mas, apa kita harus taat juga?” Tanya Kang Bejo


“Ukuran kita taat atau ndak pada perintah pemimpin kita itu bukan salah atau benernya Kang, tapi maksiat atau ndak perintah itu, selama perintah itu ndak maksiat ya kita wajib taat, tapi kalau perintah itu maksiat, ya tentu saja kita ndak wajib taat” jawab saya


Kewajiban taat kepada seorang pemimpin/penguasa  itu telah dikecualikan oleh satu hal, yaitu perintah pada kemaksiatan. Maka, apabila seorang penguasa memerintahkan kemaksiatan, maka kita diperintah untuk tidak mentaatinya. Sebuah hadits dari Ibnu Umar  menyatakan:


Abdullah bin Umar ra berkata: Nabi saw bersabda: mendengar dan taat itu wajib bagi seorang dalam apa yang ia suka atau benci, selama ia tidak diperintah berbuat maksiat, maka jika diperintah maksiat maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib taat (Hadist Riwayat Bukhari, Muslim)


“Kalau seandainya pemerintah kemarin mengumumkan lebaran jatuh hari Senin, bukan Rabu seperti kemarin, kira-kira sampeyan manut gak ?”Tanya Kang Bejolagi


“Ya insyaallah tetep manut Kang, kan perintahnya ndak maksiat, tapi tentunya pemerintah itu kan ndak mungkin sembarangan mengeluarkan keputusan tho Kang, tentunya setiap keputusan yang diambil itu ada dasar hukumnya, disana juga udah bnyak juga para ahli yang kompeten dibidangnya, jadi ya kita percayakan saja pada ahlinya, yang penting kita ridho untuk diatur” jawab saya sambil tersenyum


Sebagai bagian dari umat islam, tentunya saya berharap Pemerintah dan seluruh ormas islam yang ada di Indonesia untuk bisa segera bertemu membahas masalah perbedaan penentuan 1 Syawal  ini. Penting bagi mereka untuk duduk bersama, menyamakan pandangan dan persepsi agar tercapai sebuah kesepakatan metode dalam penentuan hari raya Idul Fitri maupun hari besar keagamaan Islam lainnya. Apabila telah tercapai kesepakatan, tentunya umat bisa beribadah dengan  khusuk dan hikmat. Dan yang paling penting tentunya adalah terikatnya jalinan Ukhuwah Islamiyah yang kuat diantara umat islam di Indonesia.


“Balik yuk Kang?Udah siang ini,takutnya dicariin pak Mandor, saya balik dulu ya, sampeyan gimana?mau ikut ndak?”tanya saya


“Saya? “ Kang Bejo bertanya balik


“Iya sampeyan, emang siapa lagi” jawab saya cepat


“Saya manut saja” Jawab Kang Bejo pelan.




22 comments:

  1. siiip...jadi tambah mantabs mas...meskipun harus kuat2 nahan diri kalo tetangga ato saudara sudah berlebaran lebih dahulu..ihiks...:)

    ReplyDelete
  2. keren.. sangat bijaksana.. :)
    saya jg manut saja kok.. soale males mikir.. #eh.. hihi..

    ReplyDelete
  3. Kemarin sih aku manut pemerintah saja, alasannya kalau ada salah... maka pemerintah yg bertanggung jawab hehehe.
    Tapi kan gak mungkin to pemerintah gegabah menentukannya?

    ReplyDelete
  4. kunjungan perdana Sob. salut sama tulisannya.

    Ikut intruksi aja.. manut sama pemerintah :D

    salam - ajkk :D

    ReplyDelete
  5. @Anonymous : iya gpp, yang penting tetep saling menghormati sama tetangga walaupun beda :)

    @Mbak covalimawati : makasih mbak, emang orang manut itu banyak untungnya hehehe

    @Bu Reni : iya bu udah banyak ahli yang ngurusin itu hehe terima kasih udah mampir, saya sudah follow blog sampeyan yang bagus itu :)

    @Yan : Thank you sob, ajkk udah mampir :)

    ReplyDelete
  6. wah manteb mas tulisannya...
    saya tdk membahas masalah contentnya, krn tentu mas Sigit lebih jago..
    saya suka gaya tulisannya dengan gaya bercerita tapi kesan dakwahnya nendang banget...

    oh ia saya sdh follback mas...
    salam dari arek suroboyo

    ReplyDelete
  7. @insan Robabni : terima kasih mas, sebenarnya ini tulisan pertama saya yang bertema agak religius, awalnya agak ragu juga untuk mempostingnya, tapi alhamdulilah kalau tulisan ini bisa menambah pengetahuan pembaca :)

    @k[A]z : thanks sob, makasih udah mampir :)

    ReplyDelete
  8. wah, tulisannya mantep banget! salut deh....
    alhamdulillah jadi tambah pengetahuan nih...
    kemarin ribut2 soal ini, saya malah gak mudeng. gak ngertiii...hehehe...tapi skrg udah dong...
    kesimpulannya: masak rendang akhirnya dibatalin, gk jadi deh makan rendang :(

    ReplyDelete
  9. wah keren :D tahun ini memang perbedaannya agak meribetkan ya :(

    ReplyDelete
  10. tapi agak sedikit heran...1 syawal beda tapi idul adha sama...

    ReplyDelete
  11. @Mbak Mayya : Terima kasih mbak, memang sepertinya yang paling banyak kecewa kemarin adalah para ibu-ibu, gara-gara rendang hehehe

    @Fiction's world : ya mbak emang ribet dan bikin bingung, tapi selama kita tahu alasan dan penyebabnya tentunya ndak akan buat kita bingung :)

    ReplyDelete
  12. Pada dasarnya penentuan kapan idul fitri dan idul adha itu sama mbak, yaitu melihat terlihat atau tidaknya hilal di akhir bulan. Untuk penentuan 1 Syawal sudah saya bahas di tulisan saya diatas. Untuk Idul Adha akan coba saya bahas disini.

    Penentuan Hari Raya Idul Adha yang jatuh tanggal 10 Dzulhijjah maka harus ditentukan dulu kapan tanggal 1 Dzulhijahnya. Untuk itu pemerintah mengadakan sidang Itsbat pada akhir bulan Dzulqoidah yang jatuh tanggal 27 Oktober 2011, seperti yang saya sampaikan di tulisan saya diatas, menurut metode rukyat yang dipakai pemerintah, seandainya hilal terlihat maka bisa ditentukan bahwa bahwa 1 Dzulhijah jatuh pada hari Jumat 28 Oktober 2011, seandainya tidak terlihat maka 1 Dzulhijah jatuh lusa yaitu hari Sabtu 29 Oktober 2011.

    Bagaimana kondisi hilal di Indonesia pada sidang itsbat 27 Oktober 2011 kemarin?

    Ketua Badan Hisab dan Rukyat menyatakan bahwa ketinggian hilal di Indonesia saat itu adalah antara 4-6 derajat dan hilal pun telah terlihat di tiga titik yaitu di Gresik Jawa Timur, Kembangan, Jakarta Barat dan Cakung, Jakarta Timur. Beritanya bisa dilihat di http://bimasislam.kemenag.go.id/component/content/article/39-berita/318-pemerintah-tetapkan-idul-adha-1432h-minggu-6-nopember.html

    Untuk meyakinkan kebenaran keterangan pemerintah itu, saya pun mencoba untuk mengunjungi situs www.moonsighting untuk melihat kemungkinan terlihatnya hilal di wilayah Indonesia tanggal 27 Oktober 2011, dan hasilnya Indonesia termasuk dalam wilayah yang bisa melihat hilal pada saat itu (ditunjukkan dengan daerah yang diarsir dengan warna merah). Gambar kemungkinan terlihatnya hilal tanggal 27 Oktober bisa dilihat di http://moonsighting.com/1432zhj.html

    Atas pertimbangan itulah (telah terlihatnya hilal) maka pemerintah menetapkan tanggal 28 Oktober 2011 sebagai tanggal 1 Dzulhijah 1432 H, nah karena Idul Adha itu adalah tanggal 10 Dzulhijah maka bisa ditentukan bahwa 10 Dzulhijah jatuh tanggal 6 November 2011.

    Gimana? Masih bingung lagi? :)

    ReplyDelete
  13. weh2...
    tampaknya perbedaan pendapat berdampak sistemik ya...hehe

    tapi kalo maslah grading para buruh tampaknya klausa "manut ae" gak bisa diterapkan ya kang??

    hahaha

    ReplyDelete
  14. Betul, setuju, gak usah ikut-ikutan arab sana dalam penentuan kapan lebaran! :(

    ReplyDelete
  15. Saya juga manut dan nurut apa yg sudah jadi keputusan Bersama hehehe

    ReplyDelete
  16. saya juga merasa lebih nyaman manut aturan pemerintah aja sih mas.... krn pemerintah pasti ga akan gegabah dalam menetapkan keputusan penting seperti ini, iya toh? infonya sangat informatif, trims atas sharingnya...

    ReplyDelete
  17. @Anonymous : kalau itu masalah sensitif bro, menyangkut hak pribadi kita sebagai buruh, jadi ya harus kita perjuangkan hehe

    @asop : iya sob, masing2 negara bisa menentukan sendiri kapan lebarannya..thanks udah mampir

    @anisayu : iya mbak, klo orang nurut itu emang enak hehe

    @mbak alaika : betul mbak, setuju, udah bnyak para ahli yg ngurusin itu disana hehe

    ReplyDelete
  18. hilal sekarang sudah menjadi urusan politik, bukan urusan syariat benar-salah. untuk mengetahui loyalitas rakyat, pemerintah menetapkan hilal yang berbeda dg ormas islam lain. dan itu terbukti memecah belah umat islam sendiri.

    ReplyDelete
  19. Ya semoga itu tidak benar-benar terjadi di Indonesia, kita berhusnudzon billah saja dengan pemerintah :)..makasih sudah berkunjung:)

    ReplyDelete
  20. kang saya ada pertanyaan nih..
    kan jelas di indonesia itu harus pake teropong ya, kenapa gak pake teropong boscha aja ngeliat'ny?? kan boscha udah bisa ngeliat hilal walau cuma 2 derajat?? bukannya 2 derajat itu bisa di bilang hilal juga kang?
    di tunggu jawabannya ya kang..
    tengkyu

    ReplyDelete
  21. Gini mas, secara astronomis hilal itu ndak mungkin bisa diamati jika masih berada di bawah batas visibilitas pengamatan.Di Indonesia hilal bs dilihat dengan mata telanjang bila ketinggian hilalnya lebih dari 4 derajat.

    Pendapat ini dikuatkan oleh Deputi Sains,Pengkajian,danInformasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), beliau mengatakan bahwa ndak ada teleskop secanggih apa pun yang mampu melihat hilal di ketinggian rendah. Hilal yang dapat dilihat melalui teleskop minimal di ketinggian 4 derajat. Kalau teleskop saja tidak bisa, teorinya melihat hilal dengan mata telanjang akan lebih sulit. (sampeyan bisa baca
    disini

    Jadi pemerintah itu kan megedepankan metode rukyat, jadi selama hilal ndak terlihat baik dengan mata telanjang maupun dengan alat, maka pemerintah memastikan bahwa besoknya bukanlah tanggal satu di awal bulan.

    ReplyDelete