Wednesday, October 12, 2011

Mudik

Sampeyan pasti sudah sering mendengar istilah “mudik”, dan  tentunya istilah itu sudah ndak asing lagi di telinga sampeyan, bahkan mungkin sampeyan sendiri juga sudah pernah merasakan bagaimana rasanya mudik. Memang, mudik sudah jadi tradisi orang Indonesia dan mungkin hampir sebagian besar orang Indonesia pernah melakukannya. Tapi sebenarnya definisi mudik itu apa? Kalau menurut saya, mudik bisa diartikan sebagai budaya pulang kampung ke tempat asal dimana keluarga besar kita berada, mudik umumnya dilakukan hanya setahun sekali, dan biasanya dilakukan saat lebaran tiba.

Mengapa mudik harus lebaran? Sebenarnya ndak harus lebaran juga sih. Hanya kebetulan mayoritas penduduk di Indonesia beragama Islam, dan lebaran menjadi saat yang tepat untuk bertemu keluarga untuk saling bermaaf-maafan. Seandainya penduduk Indonesia mayoritas Kristen, mungkin banyak yang akan mudik ketika Natal tiba. Tapi yang pasti, mudik seperti sudah menjadi naluri dan kebutuhan bathin bagi orang Indonesia. Ketika lebaran tiba, entah bagaimanapun caranya, yang penting buat mereka adalah bisa kembali ke kampung halaman  dan bertemu dengan orang-orang tercinta.

Sebagai seorang perantau, tentu saja tradisi mudik menjadi sesuatu yang ndak akan saya lewatkan begitu saja. Hampir setiap tahun saya selalu mudik, kecuali pada lebaran tahun 2010 kemarin. Maklum, waktu itu saya sedang menunggu kelahiran si krucil dan tidak memungkinkan bagi istri saya untuk melakukan perjalanan jauh. Sebenarnya bisa aja saya mudik sendirian waktu itu, tapi dengan beberapa pertimbangan, akhirnya saya memutuskan untuk ndak mudik saja, saya lebih memilih untuk menjadi suami siaga saja :D

Tapi bagi saya, mudik bukan hanya sekedar pulang kampung, dengan mudik saya bisa menghayati kembali makna kedudukan saya sebagai seorang anak, seorang  kakak, seorang keponakan, seorang teman atau bahkan seorang cucu. Mungkin sampeyan hidup sendirian dan ndak ada orang  yang perduli sama sampeyan saat di perantauan, tapi ketika mudik,  sampeyan bisa merasakan kembali kasih sayang yang tulus, kasih sayang yang sejati, dan kasih sayang yang bukan hanya sekedar basa-basi dari orang-orang terdekat sampeyan disana.

Buat saya, mudik tahun ini terasa lebih istimewa dibandingkan dengan mudik-mudik saya di tahun-tahun sebelumnya. Dikatakan istimewa karena mudik tahun ini saya mengajak juga krucil saya yang waktu itu masih berumur 9 bulan. Oleh karena itulah, sejak jauh-jauh hari saya telah menyusun rencana mudik kali ini, termasuk keputusan saya untuk mudik menggunakan pesawat.

“Halah, nggaya sampeyan, mudik pake naik pesawat segala, wong biasanya numpak sepur wae kok” komentar Kang Bejo saat makan di warteg langganan kami.

“Bukane nggaya Kang, tapi kemarin itu saya cuman kasian aja sama si Nizam kalo naik kereta, lha wong yang gede aja rasanya capek minta ampun kalo pas mudik, apalagi kalo bayi seperti dia, Surabaya itu jauh loh Kang, butuh 12 jam naik kereta, apalagi kalo lebaran, bisa bisa lebih lama lagi di kereta ” Jawab saya membela diri

“Emang sampeyan nyekel (baca : punya) duit opo? wong buruh pabrik aja kok neko neko numpak pesawat, mesti  diutangin pak Mandor ya kemarin?”tanya Kang Bejo nyinyir

“Haha enak aja, tenang aja Kang, rejeki itu udah ada yang ngatur, bilang aja sampeyan ngiri sama saya gara-gara ndak bisa naik pesawat hahaha” balas saya sambil tertawa.

Memang, harga tiket pesawat yang biasanya meroket tajam menjelang lebaran  membuat saya untuk cermat berhitung. Tidak dapat di pungkiri bahwa biaya tiket pesawat adalah biaya yang mengambil porsi terbesar dalam struktur biaya mudik saya kali ini, mau ndak mau saya pun harus bisa menekan seminimal mungkin biaya itu. Untuk itu, saya pun merencanakan untuk berangkat pas hari H lebaran saja, yaitu sore hari tanggal 30 Agustus 2011, selain karena biasanya harga tiket lebih murah, saya pun masih punya kesempatan untuk sungkem terebih dahulu ke rumah mertua sebelum berangkat.

Dengan tujuan mendapatkan tiket yang lebih murah lagi, maka jauh-jauh hari sebelumnya, tepatnya empat bulan sebelumnya, saya sudah memesan tiket pesawat. Dengan membuka website beberapa maskapai penerbangan lokal, saya berharap bisa mendapatkan info harga tiket yang paling murah dari sana, setelah bolak-balik mengecek, akhirnya saya mendapat harga yang saya anggap pas dikantong, tanpa banyak cingcong,  saya pun memutuskan untuk langsung membookingnya.

Ternyata perkiraan saya benar, saat menjelang lebaran dan orang-orang masih sibuk mencari tiket, saya sudah tenang dan ndak perlu ikut-ikutan ribut seperti mereka. Jika dibandingkan dengan beberapa kawan yang sudah membeli tiket pesawat menjelang lebaran, ternyata tiket yang telah saya beli lebih murah dari tiket mereka, bahkan harga tiket saya lebih murah dari harga resmi tiket kereta api eksekutif Anggrek Malam pada tanggal keberangkatan yang sama.  Alhamdulilah ya, sesuatu banget :D

Pemikiran saya sederhana saja, daripada uangnya buat beli tiket mahal-mahal, mending saya pakai buat ngasih “angpao” untuk adik-adik dan keponakan-keponakan saya. Maklum keluarga saya termasuk keluarga besar, saya adalah anak pertama dari lima bersaudara, dan saat lebaran, biasanya rumah saya dijadikan  base camp oleh saudara-saudara ibu untuk tempat ngumpul. Jadi mau ndak mau saya harus mempersiapkan “angpao” sedikit lebih banyak untuk mereka.

Akhirnya lebaran tiba, terlepas dari pro dan kontra yang mengiringinya, Pemerintah memutuskan bahwa  Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 H jatuh pada tanggal 31 Agustus, bukan tanggal 30 Agustus seperti perkiraan saya sebelumnya. Sebagai warga negara yang baik tentunya saya manut saja, tapi konsekuensinya, keinginan saya untuk sungkem dulu ke mertua sebelum mudik akhirnya ndak kesampaian. Tiket sudah di tangan dan sudah tidak memungkinkan lagi untuk merubah jadwalnya. Tapi tak apalah, toh nanti saya masih bisa telpon mereka saat di Surabaya, kata saya dalam hati.

Dengan ikut sertanya si krucil dalam mudik kali ini tentu saja sedikit banyak membuat saya khawatir, menurut beberapa kawan saya, biasanya bayi akan rewel terus selama di pesawat,  adanya perbedaan tekanan udara pada gendang telinga akan membuat mereka tidak nyaman, terutama saat pesawat take off dan landing. Sebenarnya hal  itu juga dirasakan oleh penumpang dewasa, tapi tentunya berbeda dengan bayi, orang dewasa masih bisa menahan rasa sakitnya  dan menganggap itu sebagai hal yang biasa saja.

Untuk mengatasinya, Mbah Google memberikan saya beberapa tips. Pertama, usahakan untuk menyusui atau berikan makanan pada si krucil, kedua, tutup telinga si krucil menggunakan kapas, ketiga jangan lupa bawa mainannya favoritnya agar bisa mengalihkan perhatiannya saat di pesawat. Setelah saya ikuti, ternyata saran Mbah Google kurang manjur buat krucil saya. Saat pesawat berangkat dari Jakarta-Surabaya, krucil saya nangis terus menerus saat di pesawat. Disusuin ndak mau, dikasih mainan ndak mau juga, kedua telinganya pun sudah ditutup pake kapas. Saya dan istripun harus bergantian menggendongnya untuk membuatnya diam. Makanya ketika naik pesawat balik ke Jakarta, saya hanya bisa pasrah dan berdoa saja agar si kecil ndak rewel lagi. Alhamdulilah ternyata doa saya terkabul, krucil saya tertidur pulas selama di pesawat, mungkin karena saat itu dia sudah kecapekan main. Ternyata ada hikmahnya  juga saat pesawat saya delay lebih dari 2 jam saat itu.

Selain bersilaturahmi, mungkin satu hal lain yang dinanti para pemudik adalah berwisata kuliner. Kalau sampeyan seorang perantau, tentunya  sampeyan pasti pernah merindukan masakan khas kampung sampeyan, tapi sayangnya ndak semua makanan-makanan itu bisa sampeyan nikmati di kota, kalaupun ada yang jual, biasanya rasanya kurang enak dibandingkan dengan yang aslinya. Oleh karena itu, mudik seakan menjadi saat yang tepat untuk bernostalgia dengan makanan khas kampung halaman yang menjadi favorit sampeyan dulu.

Begitu juga dengan saya, wisata kuliner saat mudik seakan wajib hukumnya. Waktu saya yang hanya seminggu  benar-benar saya manfaatkan untuk menikmati makanan-makanan khas Surabaya. Rujak cingur, tahu campur, lontong kupang, lontong kikil, tahu petis sudah masuk daftar makanan yang harus dicoba. Tapi tentu saja ndak bisa sembarangan makan, perlu sampeyan ketahui kalau kebanyakan bumbu masakan-masakan khas Surabaya terbuat dari udang petis dan umumnya bercita rasa pedas. Jadi  kalau ndak pinter-pinter ngatur makannya, bisa-bisa sampeyan nanti bakal bolak-balik kebelakang terus jadinya hehehe.

Saran saya buat sampeyan yang akan mudik, rencanakanlah mudik sampeyan jauh-jauh hari sebelumnya, susunlah daftar tentang hal-hal apa saja yang diperlukan selama mudik. Kalo sampeyan memilih menggunakan pesawat, pesanlah tiket pesawat jauh-jauh hari sebelumnya, selain bisa dapat harga yang lebih murah, sampeyan juga ndak perlu ribut nyari tiket saat lebaran.

Kalo sampeyan kebetulan bawa bayi juga seperti saya, ajaklah si kecil terus bermain ketika menunggu di bandara, buat dia capek agar bisa tertidur selama di pesawat. Kalau dia tidur, bukan hanya sampeyan aja yang bisa duduk tenang, tapi penumpang yang lain pun tidak akan terganggu dengan suara tangisan anak sampeyan. Selamat mencoba, semoga berhasil..:)

7 comments:

  1. @ seagate,,, Koko Nih,.,, Mgstab bang udin nih inpohnya,,, :P

    ReplyDelete
  2. Wah makasih ko udah mampir dan meninggalkan jejak disini :)

    ReplyDelete
  3. wah, nice method, buat blajar tar klu punya anak klu mudik, soale klu naik psawat kadang di atas ada anak kecil ygnangis krn kupingny sakit
    hoho


    berkejaran g bs login

    ReplyDelete
  4. Iya mas, bisa sampeyan coba nanti kalau mau mudik ke jawa timur bersama anak sampeyan, tapi ya nikah dulu kalau mau punya anak hehehe

    ReplyDelete
  5. mudiik selalu punya warna dan keunikan tersendiri meskipun harus menempuh banyak rintangan...

    ReplyDelete
  6. hmm,mudik bawah anak kecil..
    meskipun repot tp tetap menyenangkan ya?
    jagoan kecilnya lucu tu,pengen cubit pipinya hehe

    ReplyDelete